JAKARTA– PT Himalaya Energi Perkasa Tbk (HADE), yang sebelumnya bernama PT HD Capital Tbk, segera menuntaskan proses akuisisi 99,99% saham PT Panca Sinergi Perkasa (PSP), perusahaan energi terbarukan untuk pembangkit listrik tenaga mini hidro (PLTMH). Nilai akuisisi PSP diperkirakan mencapai mencapai Rp 382,32 miliar. Dana untuk membiaya transaksi tersebut, berasal dari penambahan modal melalui hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue.

Piter Rasiman, Chief Executive Officer (CEO) Himalaya Energi Perkasa, mengatakan proses rights issue untuk mendanai akuisisi PSP masih menanti restu dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Setelah itu, Himalaya fokus membereskan pembelian PSP. Dengan mengakuisisi PSP, Himalaya akan fokus di bisnis energi baru terbarukan. Apalagi, PSP, yang didirikan pada 8 Juli 2015 fokus pada proyek PLTMH maupun pembangkit tenaga surya.Saat ini, Panca Sinergi Perkasa sudah berhasil memiliki pembangkit listrik berkapasitas lebih dari 75 megawatt (MW), yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.

Untuk mengetahui lebih jauh rencana bisnis Himalaya Energi Perkasa ke depan pascarights issue dan akuisisi PSP, berikut petikan wawancara CEO Himalaya Energi Perkasa Piter Rasiman dengan Dunia-Energi. Petikannya.

 

 

Bisa Anda jelaskan alasan perubahan core bisnis dari sektor keuangan (sekuritas) ke energi baru terbarukan?
Kami harus memulai yang baru. Entry barrier itu penting. Belum bagusnya regulasi termasuk entry barrier juga kan. Apa kami sebagai perusahaan bisa mengatasi halangan-halangan entry barrier supaya kita lebih tough. Memang belum banyak, tapi banyak rekan kami yang cukup berhasil. Kebetulan kami punya rekan kerja atau tenaga ahli yang memang ahli di bidangnya, mantan eksekutif PLN.

Bagaimana kesiapan SDM Himalaya untuk pengembangan bisnis baru ini?
Sebelum kami mengambil keputusan tentunya kami punya gambaran, punya mitra di bidang itu. Kami diperkenalkan ke suatu tim yang memang sudah punya keahlian di bidang itu. Mereka punya satu, bahkan beberapa kontrak, sudah PPA (power purchase agreement), ada tujuh dari 18 site. Proses akuisisi perusahaan itu belum tuntas kami lakukan, masih di OJK (Otoritas Jasa Keuangan).

Kapan proses akuisisi itu tuntas?
Nanti setelah kami submit semua mulai dari legalitas dana akuisisi dari rights issue, prosesnya belum selesai. Tempo hari kan reverse stock. Dana rights issue sekitar Rp 382 miliar untuk PT induknya (PSP) yang kami ambil. PSP punya 18 site atau sekitar 15 anak perusahaan. Dari 15 ini yang sudah PPA dengan PLN itu ada tujuh. Sekarang yang sudah jalan konstruksinya ada dua, di Pasuruan (Jawa Timur) dan di Kalimantan. Kapasitas pembangkit di Pasuruan 4,5 megawatt (MW) dan di Kalimantan 8 MW. Rencana operasi 2019, kira-kira 20 bulan lah. Itupun untuk biayanya per site kami sudah punya pendanaan dari PT BNI Tbk (BBNI). Empat di antaranya sudah signing dengan BNI, sisanya mereka COD. Dari BNI dapat pendanaan 80 persen. Saat ini konstruksi pembangkitnya, semuanya.

Kapan rencana rights issue?

Rights issue kami rencanakan akhir Desember atau awal Januari 2018. Nilai rights issue Rp 400 miliar lebih, sisa dana rights issue untuk modal kerja dari Himalaya Energi. Tapi kami masih akan fokus dari anak-anak usaha. Bisnis elpiji salah satunya, tapi tidak terlalu besar. Sebelumnya kami sudah ada stasiun pengisian elpiji tapi size-nya tidak terlalu besar.

Saat ini EBT kan belum menghasilkan, revenue darimana?
Sementara pendapatan kami dari SPBG, tidak terlalu besar. Tapi karyawan di induk tidak terlalu banyak. Estimasi revenue SPBG tahun ini sekitar Rp 5miliar-10 miliar. Kecil memang. Tahun depan kami belum akan ekspansif, fokus di EBT. Kalau EBT sudah jalan kontribusinya bisa 90 persen lebih, 95 lah karena kami memang akan fokus di sana. Awal 2019 sudah bisa karena 20 bulan targetnya kan sudah berjalan.

Estimasi revenue dari EBT?
Bergantung pada commissioning. Yang jelas dampaknya akan jangka panjang, 20-30 tahun. Buyer PLN. Tarifnya beda-beda, termurah di Jawa, kan semakin pelosok semakin mahal. Di Jawa sekitar 1200 per Kwh. Biaya produksi paling US$20 sen per kWh. Investasinya besar, tapi maintanance-nya tidak terlalu karena kami hanya merawat turbin-turbin menjaga debit, faktor alam juga.

Dengan perubahan sektor usaha, target kapan bisa profit?
Pastinya kami inginnya 2019 bisa kembali ke area hijau. Sisa –sisa peninggalan dari waktu masih sekuritas harus tetap kita tanggung, bisa ketutup pada 2019. Tahun depan capexnya besar. Per MW itu kurang lebih sekitar US$1,7-2,1 juta, capexnya sekitar itu. Sebanyak 80 persen dari perbankan, tapi itu nanti pada saat COD. Dari kontraktornya juga memberikan satu kemudahan, mereka yang jalankan, lalu pembayaran pada saat COD. Kontraktor holdingnya dari BUMN China. Kami tidak ada masalah soal negosiasi harga dengan PLN. Pada era Pak Jokowi memang agak dipermudah, tidak lagi menang di pihak PLN. Kalau tidak begitu investor mana mau masuk. Harga beli dari PLN cukup reasonable.

Dari 18 site, tujuh sudah PPA dan sisanya kapan?
Kami harus realistis, tujuh sudah PPA dan empat di antaranya sudah ada firm pendanaan dari BNI. Itu akan kami selesaikan sambil memberikan approval baik kepada lender dan PLN. Itu lancar maka yang lainnya kami yakin juga lancar. Pembangkit ini kan sudah lama, dari zaman Pak SBY.

Kapan perubahan nama dari HD Capital ke Himalaya?
Otomatis sudah sejak RUPS kemarin, tetapi kode masih tetap. Proses pesetujuan notaris memang memakan waktu, tetapi selama pemegang saham sudah menyetujui ya tinggal proses administrasinya saja, seperti ke Kemenkumham. Penomoran akta juga sudah. Perubahan cukup drastis memang. Kami berubah dua kali kan, juli kemarin kita sempat ubah tapi ternyata belum pas, yang kita akuisisi belum pas. Lalu sekarang berubah lagi, cukup dinamis.

Core bisnis tetap di EBT atau energi lain?
EBT

Holding usaha mengerucut ke mana?
Ini grupnya Maxima, yang di Senayan itu. Mungkin beliau tidak terlalu menonjol. Tapi kalau di urutan 200 richess itu, ada di urutan 73 lah.

Ada rencana Himalaya akuisisi perusahaan EBT lainnya?
Akan kami pikirkan setelah ini selesai, tapi yang jelas kami tidak akan melenceng dari bidang usaha yang sudah dijalani.   Untuk harga Rp 1200 per kWh untuk PLN itu sesuai kontrak, ada hitungannya semua. Kami belum bisa ungkap karena prosesnya masih terus berjalan. Secara legal kami juga belum akuisisi, kalau kami koar-koar sekarang mereka mungkin akan keberatan. Akuisisi tuntas akhir Desember ini atau awal Januari 2018. Dari permintaan yang dipersyaratkan oleh OJK sampai saat ini kita bisa penuhi. Setelah dana rights issue masuk, baru kita pikirkan untuk akuisisi. Jadi mungkin pertengahan Januari.

Untuk PLTMH, kan harus ada dari daerah?
Itu sudah komplet, kalau belum komplet PLN tidak mau PPA. Dengan sistem yang sama, progres yang sama kita tidak copy paste aja. Target selesai PPA semua sebenarnya secepatnya, dari Juli sejak kami deal secara nonformal dengan pihak PSP (Panca Sinergi Perkasa) itu sudah ada tiga yang PPA, Agustus-Oktober sudah jadi tujuh. Tahun depan normalnya bisa sleesai semua PPAnya. Total kapasitas 18 site itu sekitar 200 MW

Setelah 2019, semuanya berjalan lancar, bisa menjadi perusahaan energi yang teintegrasi?
Kami basisnya masih di EBT,tidak mau terjebak di eforia sesaat. Kami making profit, pemegang saham senang, deviden banyak itu dulu lah. Biaya produksi 20-30 setelah jalan, sebagian besar gaji karyawan, maintanance. Kontrak minimal 20 tahun.

Bagaimana saran Anda agar investor banyak masuk ke bisnis EBT tidak melulu ke pembangkit energi fosil?
Yang penting konsistensi. Iklim usaha harus dibikin dalam jangka waktu minimal 10 tahun stabil, orang sudah punya pijakan yang kuat, perubahan tidak terlalu drastis, menyesuaikan kondisi secara gradual. Kalau sekarang kan, tahu sama tahu lah. Dan lebih banyak juga kepentingan dari penguasa ini kan kuat sekali. Dengan rezim yang sekarang memang sulit menghilangkan, tapi sudah lebih baik.

Apa sebenarnya kendala utama pengembangan EBT?
Pendanaan buat sebagian orang pasti yang utama, bergantung pada masing-masing pelaku usaha.

Karena itu Anda menggandeng mitra dari China ?
Karena mereka yang cukup agresif, pengembanngan teknologinya pun mereka cukup baik. Mmereka sadar tidak bisa melulu ke batu bara karena kebutuhan energi mereka besar. Sungai mereka juga besar-besar. Saya tidak tahu entry barrier mereka apa. China ini salah satu negara paling ekspansif. mungkin tahun 90-an mereka hanya bisa copy paste, tapi sekarang mereka bukan hanya copy paste, mereka sudah kembangkan sebuah ciptaan. Kereta cepat misalnya, mereka punya sendiri, speed-nya mereka bisa bersaing. Semangatnya cukup baik. Dari sisi harga mereka sangat didukung oleh pemerintah. Saya tidak tahu apa karena sistem mereka komunis, tapi dari sisi kebijakan sangat mendukung iklim investasi di sana. Kalau Korea Selatan itu memang size– nya tidak sebesar China, tapi mereka pintar menyiasati. (DR/AT/RA)