Ojo Kagetan, Ojo Gumunan, dan Ojo Dumeh. Ini adalah tiga di antara begitu banyak petuah klasik yang disampaikan oleh Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa. Pemberi petuah ini akrab dikenal dengan nama Jayabaya, Raja Kadiri yang memerintah sekitar 1135-1157.

Bagi R Gunung Sardjono Hadi, Chief Executive Officer (CEO) PT Pertamina Hulu Energi (PHE), anak usaha PT Pertamina (Persero) petuah Jayabaya memiliki makna yang sangat dalam, bukan sekadar ucapan tanpa makna. Jika petuah tersebut dipahami esensinya dan dilaksanakan, menjadi modal dasar bagi seseorang dalam memimpin sebuah organisasi, perusahaan ataupun menjalankan bisnis (leadership).

“Kalau dipahami esensinya dan dilaksanakan, Insya Allah bisa menjadi leadership yang sangat bagus, bisa mengelola bisnis yang tahan banting. Silakan dibuktikan!,” ujar Gunung.

Secara harfiah, Ojo Kagetan artinya jangan suka kagetan atau terkejut. Kata Gunung, ketika menghadapi satu (masalah) dalam hidup jangan sampai terkaget-kaget. Jika kaget, berarti kita tidak bisa mengendalikan diri. Misalnya, satu ketika diangkat menjadi manajer, berbagai fasilitas didapatkan, mobil dan sebagainya. Pola hidup kemudian berubah, pergaulan dibatasi hanya sesama manajer atau yang diatasnya.

“Tidak lagi bergaul dengan level yang dibawahnya apalagi level yang paling rendah. Ini artinya kita tidak bisa mengendalikan diri,” katanya.

Gunung Sardjono Hadi, CEO PT Pertamina Hulu Energi. (Foto: doc PHE)

Selanjutnya Ojo Gumonan, Jangan heran. Esensi dari kalimat ini adalah harus tetap menjaga kepercayaan diri, self confidence. Ketika seseorang tidak memiliki kepercayaan diri dan terheran-heran melihat orang lain karena kedudukan, jabatan atau kepintaran, akan berujung pada pengultusan. Akibatnya, segala cara dilakukan agar sang pimpinan atau orang yang dikultuskan senang. Kata Gunung, “Ini menyebakan kita kehilangan kepercayaan diri.”

Harusnya, menurut Gunung, yang tertanam dibenak seseorang adalah, untuk mencapai posisi tertentu adalah meningkatkan kualitas diri dan terus belajar sehingga yang tercetus adalah “saya juga bisa kalau diberikan kesempatan”. Kepercayaan dirilah membuat seseorang bisa menaikkan levelnya. Soeharto (mantan Presiden RI kedua) misalnya, lanjut Gunung, kendati seoarang anak petani, karena kepercayaan diri, Soeharto bisa menjadi seoarang presiden. Joko Widodo juga demikian. Beberapa tahun lalu meneteng koper menemui Barrack Obama (mantan Presiden AS), menawarkan furnitur, akhirnya bisa menjadi orang nomor satu di negeri ini. Itu karena adanya kepercayaan diri.

“Orang-orang yang bisa seperti itu adalah orang hebat karena mereka menerapkan prinsip percaya diri dan tidak terheran-heran dengan jabatan seseorang. Sesuatu bisa diraih asalkan mau belajar dan terus meningkatkan kualitas diri,” jelas Gunung lagi.

Kemudian ketiga adalah Ojo Dumeh, jangan sombong. Kalau sudah menjadi seorang pemimpin, jangan arogan, jangan diktator. Kalau ingin menjadi seorang pemimpin secara utuh, tidak hanya skill yang dibutuhkan tetapi juga soft skill. Percuma seseoarang secara akademik bagus, memiliki indeks pretasi terbaik tetapi perilakunya jelek.

“Untuk menjalankan ketiga petuah Jayabaya itu tidak mudah. Harus ada kemauan yang kuat untuk memahami dan menjalankannnya. Kalau sudah dijalankan dengan konsisten, Insya Allah, seorang bisa menjadi leadership yang baik,” terangnya lagi.

Menurutn Gunung, agar bisa menjalankan petuah Jaya, butuh latihan. Masing-masing orang mungkin punya cara berbeda dalam melatih jiwa sehingga bisa menjalankan petuah Jayabaya tersebut. Gunung misalnya. salah satu cara untuk mengendalikan diri adalah melalui puasa Senin-Kamis. Dengan menjalankan ibadah puasa Senin-Kamis secara rutin, dia mengaku bisa mengendalikan diri.

“Saya tidak mengatakan itu (petuah Jayabaya ) bagus untuk semua orang. Tapi bagi saya itu adalah proses pembelajaran yang bagus. Kalau yang lain mungkin punya pemikiran atau dasar yang berbeda, silakan saja,” tegasnya.

Petuah Jayabaya tersebut, menjadi dasar bagi Gunung dalam memimpin organisasi atau perusahaan. Maka pada 2015, Gunung mengeluarkan kebijakan 10 langkah Strategis dan Etos Kerja di PHE yang meliputi Professional, Doing The Best, Team Work, dan Integrity.

Dengan langkah strategis, etos kerja menjadi satu kesatuan yang saling menguatkan. Dengan demikian PHE selalu siap menghadapi masalah apapun, terutama seperti saat ini terkait harga minyak yang belum pulih. Pun dengan berbagai persoalan yang dihadapi anak perusahaan.

Gunung bercerita, ketika dipercaya memimpin PHE pada 1 Juni 2015, yang disampaikan di hadapan karyawan bukan pidato tentang rencana kerja ataupun upaya peningkatan produksi ataupun hal teknis terkait industri perminyakan atau bisnis. Selama lebih dari dua jam, yang disampaikan lulusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro, Semarang ini adalah soal hakikat kerja, hakikat hidup.

“Saya ingin membangun bahwa seluruh karyawan PHE memiliki perspektif yang sama dulu. Bisnis itu gampang. Saya ingin menyamakan chemistry, menayamakan gelombang. Kalau setuju silakan, tidak setuju dengan apa yang saya samlaikan juga tidak masalah,” jelas dia.

Menurut Gunung, hakikat kerja ada empat. Pertama adalah legacy, warisan. Jika tanpa warisan, tidak bernilai apa-apa. Dalam keluarga misalnya, warisan yang ditinggalkan bukan sekadar sepetak sawah atau harta lainnya. Anak-anak yang soleh dan solehah yang berguna dan bermanfaat bagi banyak orang adalah warisan yang sesungguhnya. Demikian pula dalam pekerjaan.

Selanjutnya, hakikat kerja adalah bertanggungjawab (responsible). Tanggungjawab itu tidak hanya kepada diri sendiri, tetapi juga kepada perusahaan, keluarga dan tanggungjawab tertinggi adalah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Hakikat lainya adalah proud, kebanggaan. Bangga akan melahirkan sense of belonging, produktivitas akan tinggi. Kalau anda bekerja di sebuah institusi tetapi anda tidak bangga dengan institusi tersebut, pilihan terbaik adalah keluar. Kemudian yang terakhir adalah gratitude, bersyukur. “Terkadang, banyak kita lupa diri, kemudian lupa bersykur dan berterima kasih. Kita harus ingat bahwa, semua yang sudah kita raih dan lakukan, sudah ada yang mengatur,” katanya.

Dengan menerapkan falsafah Jayabaya dan implementasi melalui etos dan prinsip kerja, hakikat kerja dan hidup, Gunung Sardjono Hadi mampu memimpin Pertamina Hulu Energi dengan 57 anak perusahaan, terus maju dan bertumbuh, menguntungkan pemangku kepentingan (stakeholders), mampu memberi manfaat bagi karyawan serta masyarakat dan lingkungan sekitar operasi. (dr/aps/at/ra)