JAKARTA – Kondisi keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor pertambangan dinilai siap untuk membeli saham PT Freeport Indonesia, anak usaha Freeport-McMoRan Inc, perusahaan tambang asal Amerika Serikat yang akan didivestasi.

Freeport seperti perusahaan tambang lainnya, sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara diharuskan melepas atau mendivestasikan 51 persen sahamnya ke pihak Indonesia. Saat ini, Freeport McMoRan baru melepas 9,36 persen saham Freeport Indonesia ke pemerintah. Untuk itu, Freeport diharuskan melepas 41,64 persen sebelum kontrak karya perusahaan itu berakhir pada 2021.

“Sekarang yang penting buat holding BUMN tambang-nya dulu.  Secara financing, sebagai eks bankir, bisalah. Nanti kita buat struktur yang inovatif, kita cari akal,” ujar Budi Gunadi Sadikin, Staf Khusus Menteri BUMN di Jakarta, Kamis (23/2).
Menurut Budi, secara resmi saat ini induk usaha (holding) BUMN tambang sudah ada payung hukum. Namun demikian, masih perlu upaya sosialisasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat terkait hal tersebut. Pemerintah menargetkan penggabungan BUMN tambang dapat tuntas tahun ini.

Pemerintah berencana membentuk holding BUMN pertambangan yang meliputi PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, dan PT Inalum (Persero).

“Sudah ada raker Menteri BUMN dengan Komisi VII, saya rasa butuh 1-2 kali rapat lagi. Kalau sudah selesai, sudah ada titik temunya, pemerintah bisa langsung bikin PP untuk masing-masing holding. Saya sih konservatif, tahun ini lah harus selesai,” kata Budi.

Reza Priyambada, Senior Analyst Binaartha Sekuritas, mengatakan divestasi saham Freeport Indonesia tergantung pada kesepakatan antara manajemen perusahaan itu dengan pemerintah. Apabila pemerintah ingin membeli saham Freeport, sebaiknya melalui holding BUMN tambang.

“Kalau dana pemerintah tidak mencukupi, bisa membentuk konsorsium BUMN tambang. Kalau holding tersebut belum mencukupi dari sisi pendanaan, bisa sinergi dengan Bank BUMN. Bank BUMN untuk standby pendanaan kalau dananya kurang,” kata dia kepada Dunia Energi.

Menurut Reza, divestasi 51 persen saham Freeport melalui initial public offering (IPO) maupun tidak, tetap menguntungkan buat Freeport.

“Lihat dulu kepentingannya apa. Sepertinya di sini pemerintah yang punya kepentingan. Kalau pemerintah mau beli, harus pertimbangkan cukup atau tidak dana APBN. Kalau tidak, kan bisa lewat holding BUMN tambang,” tandas Reza.(RA)