JAKARTA– Pemerintah melaui perusahaan milik begara dinilai mampu menyerap divestasi saham PT Freeport Indonesia hingga sebesar 51%.

“Jika memang BUMN ditugasi untuk mengambilalih saham divestasi Freeport, ya…kita siap. Tinggal tunggu valuasinya saja masih proses,” kata Rini, di sela pembukaan Pameran Telkom Craft Indonesia, di Jakarta, Jumat (10/3).

Menurut Rini, sebelum divestasi saham Freeport tersebut dilakukan, pemerintah dan perusahaan asal Amerika Serikat itu harus terlebih dahulu menyelesaikan masalah terkait kontrak antar kedua pihak.

“Proses divestasi secara teknis ada di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jika secara hukum sudah selesai maka BUMN siap melakukan mengeksekusi pembelian saham Freeport hingga 51%,” ujar Rini seperti dikutip Antara.

Rini pun mengisyaratkan kesiapan BUMN untuk masuk ke Freeport dapat dilakukan melalui holding BUMN Pertambangan yang diharapkan selesai pada 2017 terdiri atas empat perusahaan yaitu Inalum, PT Bukit Asam Tbk, PT Aneka Tambang Tbk dan PT Timah Tbk.
“Dengan holding pertambangan, Inalum bakal mendapat sokongan dari tiga BUMN lainnya. Ya, kita tunggu saja (holding), sabar sedang proses,” katanya.

Pemerintah diketahui meminta Freeport untuk mengubah statusnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari Kontrak Karya (KK) yang tertuang dalam PP Nomor 1 2017.

Konsekuensinya, Freeport harus mendivestasi sahamnya hingga 51%.

Perusahaan yang sudah berkiprah di Tanah Papua, Mimika selama 50 tahun itu justru melaporkan Pemerintah Indonesia ke mahkamah arbitrase internasional.

Sebelumnya diberitakan, Dewan Pembina DPP Hanura, Djafar Badjeber mengatakan Freeport Indonesia sebaiknya menempuh jalur musyawarah, jangan langsung mengancam dengan membawa persoalan ini ke arbitrase.

“Mereka (Freeport) harus tunduk dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Freeport seharusnya mematuhi setiap peraturan yang diterbitkan pemerintah Indonesia,” kata Djafar.

Kalaupun Freeport tetap menempuh jalur arbitrase, Pemerintah Indonesia harus tetap siap menghadapinya.

“Pemerintah punya alasan yang kuat mengembalikan penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam di Papua kepada Indonesia, untuk kemakmuran rakyat Papua,” kata Djafar. (DR/ANT)