JAKARTA – Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas menyatakan sampai saat ini sistem tata kelola dan distribusi gas menjadi salah satu penyebab utama tingginya harga gas di tanah air.
Hari Pratoyo,  Anggota Komite BPH Migas, mengungkapkan salah satu penyebab masih amburadulnya sistem tata kelola gas akibat tidak berfungsinya BPH Migas dengan baik sesuai dengan amanat Undang – Undang Migas No 22 Tahun 2001.
Selama ini, meskipun diberi amanat untuk mengatur kegiatan hilir migas dalam implementasinya justru hanya sebaian kecil proses kelola yang diatur BPH Migas, salah satunya adalah hanya mengatur tarif toll fee.
Padahal banyak komponen selain tarif toll fee yang juga merupakan faktor penting pembentukan harga gas, seperti biaya regasifikasi serta trasportasi atau pengiriman gas.
Terlebih dalam UU Migas disebutkan bahwa BPH Migas memiliki tugas dan fungsi pengolahan namun dalam pelaksanaannya itu tidak dizinkan pemerintah.
“Apabila regasifikasi dan transport LNG BPH Migas diberi kesempatan mengatur itu juga kita siap jalankan amanah jadi ada yang kontrol itu semua prosesnya,” kata Hari saat ditemui di kantor BPH Migas, Rabu (30/8).
Hari mengatakan dalam kondisi saat ini biaya toll fee memang cukup menentukan dalam menetapkan harga namun porsinya masih lebih kecil. Pasalnya, karena ada biaya dari proses lain seperti regasifikasi dan transportasi yang diputuskan melalui kesepakatan business to business antara perusahaan konsumen dan produsen gas.
“BPH migas tidak bisa mengkontrol secara keseluruhan hargas gas sampai di end user, diharapkan kedepan pemerintah bisa memberi tugas dan amanah tersebut,” kata dia.
Jugi Prakoso,  Anggota Komite BPH Migas, menyatakan salah satu kelemahan sistem saat ini BPH Migas tidak bisa memaksa pelaku usaha untuk melakukan penyesuaian harga gas secara rasional atau hanya bisa memberikan rekomendasi. Hal itu disebabkan kewenangan BPH hanya sebatas mengatur besaran tarif tanpa adanya pengawasan terhadap harga yang berlaku di pasaran.
“Apabila shipper mengusulkan peninjauan tarif di BPH  Migas, kita baru bisa evaluasi sehingga kalau BPH evaluasi dan bisa diefisienkan nanti baru akan diatur lagi tarifnya,” ungkap Jugi.(RI)