JAKARTA – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengusulkan kebijakan harga gas sama rata mengikuti skema penetapan harga BBM satu harga secara nasional. Saat ini usulan tersebut sudah mulai disosialisasikan dan disampaikan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Jugi Prajogio, Anggota Komite BPH Migas, mengungkapkan salah satu langkah awal untuk menerapkan rencana harga gas rumah tangga satu harga adalah dengan melakukan evaluasi terhadap usulan badan usaha terhadap penetapan harga gas di enam wilayah, yakni Muara Enim, PALI, Musi Banyuasin,Lampung, Mojokerto dan Samarinda.

“Kami ingin mencoba harga ini diangkat sama-sama dengan PGN (PT Perusahaan Gas Negara Tbk) dan PT Pertagas Niaga menjadi satu harga. Jargas satu harga secara nasional kami buatkan enam kota ini kedekatannya,” kata Jugi saat ditemui di Kantor BPH Migas Jakarta, Rabu (24/1).

Menurut Jugi, dalam usulan tersebut harga gas rumah tangga nantinya tidak akan lebih dari harga LPG 3 kilogram (kg) yang beredar di pasaran dengan tetap memberikan margin keuntungan, sehingga badan usaha mau mengembangkan jaringan gas (jargas) yang telah terbangun. Jargas tidak akan berkembang jika hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Kajian BPH Migas harga LPG 3 kg dikisaran Rp 4.200 – Rp 5.700 per kg. Dalam usulan yang diajukan harga gas rumah tangga untuk golongan Rumah Tangga 1 (RT1) berkisar antara Rp 4.000-Rp 5.000 per M3 dan untuk golongan RT2 dikisaran Rp 6.000 – 6.500 per M3, rata-rata penggunaan setiap bulan 10-15 M3 per bulan.

“Kalau semua dari APBN enggak akan berkembang lebih jauh. Jadi ada kombinasi antara perusahaan dan APBN. Saya minta nanti kedepan PGN dan Pertagas menggunakan dana sendiri untuk menambah jumlah jaringan,” kata Jugi.

Pembangunan jargas menjadi PR cukup besar di Indonesia. Dalam roadmap pembangunan jargas, pemerintah menargetkan pada 2019 sudah terbangun sebanyak 1,3 juta jargas rumah tangga.

Hingga 2017 jumlah sambungan rumah tangga (SR) yang terpasang sebanyak 383.065 SR. Realisasi sebenarnya lebih besar dari target yakni 376.914 SR. Untuk tahun ini ditargetkan mencapai 463.495 SR.

Menurut Jugi, kebijakan tersebut pada awalnya bisa memberikan beban terhadap badan usaha akan tetapi badan usaha juga bisa menggunakan mekanisme subsidi silang untuk menutupi beban biaya di wilayah lain.

Selain itu, BPH Migas juga mengusulkan adanya penyamaan harga jual gas yang diperuntukan khusus dari produsen di hulu.

“Itu juga nanti kami coba usulkan agar alokasi gas untuk jargas rumah tangga bisa disamakan saja,” katanya.

Jugi berharap jika pemerintah memberikan lampu hijau maka penerapan harga jaringan gas untuk rumah tangga secara nasional bisa dimulai pada 2018.

“Satu harga bisa beres dalam satu tahun ini. Tadi dijelaskan, ada enam kota harganya sudah tipis (harganya). Jadi kami akan samakan didorong supaya bisa satu harga,” papar Jugi.

Danny Praditya, Direktur Komersial PGN, mengatakan rencana pemberlakukan satu harga gas rumah tangga nasional sebenarnya sudah sejalan dengan rencana perusahaan untuk menjalankan strategi klaster jargas.

Dalam usulan tersebut yang sudah disampaikan ke pemerintah sejak 5 Oktober 2017, Pulau Jawa dan Sumatera menjadi wilayah yang akan diatur melalui mekanisme klaster.

“Saya kira ini sesuai dengan rencana kami untuk di Jawa dan Sumatera. Kami punya cita-cita kluster Jawa Sumatera satu harga dengan begitu prinsip berkeadilan yang dicanangkan Kementerian ESDM bisa dipenuhi,” ungkap Danny.

Katika harga sudah ditetapkan sesuai dengan keekonomian maka itulah yang diharapkan bisa digunakan untuk terus memperluas jaringan gas secara mandiri.

“Kemudian bisa dilanjutkan dengan harmonisasi harga. Itu bisa mengakselarasi pertumbuhan infrastruktur, terutama untuk jargas,” kata Danny.(RI)