Hanung Budya

Direktur Pemasaran & Niaga Pertamina, Hanung Budya.

NUSA DUA – PT Pertamina (Persero) meminta Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memberikan data valid, tentang penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, yang ditengarai tidak tepat sasaran. BUMN ini pun menantang BPH Migas untuk melakukan investigasi bersama.

Direktur Pemasaran & Niaga Pertamina, Hanung Budya menyatakan, pihaknya telah bekerja keras untuk memenuhi komitmen, dalam penyaluran dan pengawasan BBM Subsidi tepat sasaran sampai ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

“Pertamina telah memasang sistem IT, yang dikenal dengan sistem POS (Point of Sales) di 112 SPBU yang ada di Kalimantan Selatan, dan bertahap ke seluruh Kalimantan. Selanjutnya, secara bertahap akan dipasang di semua SPBU di Indonesia, yang berjumlah sekitar 5.000 SPBU,” ujar Hanung dalam konferensi pers di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali, Jumat, 14 September 2012.

Sistem POS tersebut, tambahnya, dapat mengidentifikasi siapa konsumen di SPBU, volume pembelian, dan waktu pembeliannya, sehingga memasatikan penyaluran BBM Subsidi di SPBU tepat jumlah dan tepat sasaran.

Selain itu, lanjutnya, distribusi BBM bersubsidi secara rutin juga diaudit secara internal, dan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta BPH Migas. Apabila memang dalam audit terbukti terdapat BBM Subsidi yang disalurkan tidak tepat sasaran, maka subsidinya tidak akan diganti oleh pemerintah.

Terkait pernyataan BPH Migas, tentang adanya 170 mobil tanki BBM Subsidi di Kalimantan Barat yang pengirimannya tidak sampai ke SPBU, Hanung Budya menyatakan bahwa Pertamina belum menerima informasi resmi.

“Pertamina meminta BPH Migas untuk memberikan informasi yang lebih lengkap,  terkait titik lokasi, waktu, dan volume dugaan penyelewengan distribusi BBM Subsidi tersebut. Pertamina juga terbuka dan siap melakukan investigasi bersama BPH Migas, apabila telah menerima data valid dari BPH Migas,” tegasnya.

Hanung juga menerangkan, dalam setiap pelaksanaan distribusi BBM bersubsidi, Pertamina memiliki mekanisme sanksi agar distribusi tetap berjalan sesuai ketentuan. Berupa sanksi internal, jika ada pekerja Pertamina maupun mitra kerja yang terlibat, maka Pertamina akan menyerahkan kepada pihak berwajib untuk diproses secara hukum.

Sesuai UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, penyimpangan dalam distribusi BBM Subsidi terancam sanki pidana kurungan 6 tahun penjara dan denda sampai dengan Rp 6 miliar.

Pada kesempatan yang sama, Erry Purnomo Hadi, Ketua DPP  Himpunan Wiraswasta Nasional (Hiswana) Migas, dan Afandi, GM Fuel Retail Marketing Region V Pertamina juga menerangkan, Pertamina telah mengembangkan Standard Operating Procedur (SOP) dalam distribusi BBM.

Sebelumnya Direktur BBM BPH Migas, Djoko Siswanto mengaku telah menegur keras Pertamina, terkait temuan 170 truk tangki BBM di Kalimantan Barat yang keluar dari depo, tapi tidak dikirim ke SPBU. Bahkan SPBU yang terlibat, mendapat sanksi dihentikan aktivitasnya selama enam bulan. Djoko mengatakan, temuan itu berdasarkan survei Dinas Perindustrian Kalimantan Barat. (Iksan Tejo/duniaenergi@yahoo.co.id)