JAKARTA – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) akan melakukan operasi patuh penyalur (OPP) bahan bakar minyak di seluruh wilayah Indonesia mulai Oktober 2017. Operasi dilakukan untuk menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran operasi yang dilakukan Stasiun Pengisian Bahanbakar Umum (SPBU).

Pada tahap awal, operasi yang akan melibatkan aparat kepolisian dan Direktorat Metrologi Kementerian Perdagangan menyasar lima SPBU yang telah dilaporkan ke BPH Migas.
Ibnu Fajar, Anggota Komite BPH Migas, mengungkapkan OPP dilakukan karena akhir-akhir ada banyak laporan dari masyarakat mengenai lembaga penyalur melakukan tindakan yang dapat merugikan masyarakat dalam penyaluran volume atau ukuran dari dispenser BBM.

“Laporan masuk ke kita, salah satunya menyangkut legalitas. Beberapa minggu lalu ada pembangunan SPBU yang ternyata izinnya sedang diurus, tapi SPBU-nya sudah jadi. Ini fokus kami untuk melakukan pengawasan langsung ke SPBU,” kata Ibnu saat konferensi pers di Kantor BPH Migas, Jakarta, Kamis (5/10).

Operasi yang dilakukan BPH Migas merupakan buntut dari beroperasinya SPBU Vivo yang ternyata belum memiliki izin penyaluran BBM.

Ibnu menuturkan hal-hal yang akan diperiksa dalam OPP meliputi kelengkapan perizinan SPBU, spesifikasi BBM yang dijual di SPBU, Tera dispenser SPBU, serta keselematan dan kesehatan kerja dan pengelolaan lingkungan di sekitar SPBU.

Setelah menggelar OPP di wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat pada Oktober 2017 hingga akhir tahun, BPH Migas akan memperluas operasi hingga keseluruh wilayah Indonesia, termasuk di wilayah 3T yang terkait dengan Program BBM satu harga.

“Untuk 3T persiapan dimulai November dan Desember 2017. Maksimal dilakukan pada Januari,” kata Ibnu.

Ake Erwan, Panera Ahli Madya Direktorat Metrologi Kementerian Perdagangan, mengatakan pengawasan dilakukan melalui dua metode, yakni secara berkala yang terjadwal dan serta pengawasan khusus, yang dilakukan berdasarkan laporan masyarakat.

“Itu berdasarkan aduan masyarakat seperti yang beredar di medsos bejana ukur 20 liter. Misal terjadi pelanggaran toleransi +-0,5% paling tinggi, kalau lebih dari itu kami akan buat penyegelan dan saksinya sesuai UU 1 tahun atau denda 1 miliar,” tegas Ake.(RI)