SINGAPURA – Persidangan pada Majelis Arbitrase Singapura  (Singapore Arbitration Court /SIAC) telah mengeluarkan putusan interim, yang berpotensi menghilangkan kepemilikan PT Borneo Lumbung Energy & Metal Tbk (BORN) pada tambang batubara PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT).

Putusan interim SIAC itu sendiri telah diterbitkan pada akhir 2012 lalu, terkait sengketa Grup Samin Tan dengan Grup Transasia Limited atas jual beli saham PT AKT yang berlokasi di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah.

Dalam putusannya, SIAC menilai Grup Samin Tan terbukti belum melunasi sisa pembayaran USD 10 juta atas transaksi pembelian saham AKT melalui BORN, yang seharusnya telah dibayarkan paling lambat 21 Desember 2009.

Total nilai jual beli saham AKT dan kedua tambang lainnya dari Transasia kepada Grup Samin Tan mencapai USD 175 juta, ditambah denda keterlambatan sisa pembayaran sebesar USD 10 Juta. Pada saat jatuh tempo, 21 Desember 2009, Grup Samin Tan hanya membayar sebesar USD 175 juta, sedangkan dendanya tidak dibayar.

Dalam waktu dekat ini, kabarnya SIAC akan segera mengeluarkan putusan final atas kasus tersebut. Kemungkinan Majelis Arbitrase akan memenangkan penggugat dalam hal ini Transasia, dan membatalkan seluruh transaksi jual beli AKT antara Grup Transasia dan Grup Samin Tan. Jika itu terjadi, maka BORN akan kehilangan satu tambang yang kualitas batubaranya tergolong bagus (batubara kokas).

Terkait hal ini, Presiden Direktur BORN, Alexander Ramlie meyatakan akan berjuang mempertahankan AKT. “Sepengetahuan kami, SIAC belum mengeluarkan keputusan final terkait kasus saham AKT,” ujarnya di Jakarta, Senin, 21 Januari 2013.

Alexander menambahkan, kasus dengan Transasia itu mestinya tidak dibawa ke arbitrase, karena perjanjian jual beli yang dilakukan tunduk pada hukum Indonesia. Selain itu, ujarnya, BORN bukan termasuk pihak yang terlibat dalam perjanjian, yang lantas menjadi dasar tuntutan oleh penggugat.

Transasia Limited dan Bondline Limited, pemilik lama AKT, menggugat PT Renaissance Capital Asia (RCA) dan BORN ke SIAC, karena belum membayar denda US$10 juta sebagai kompensasi keterlambatan penyelesaian transaksi penjualan saham AKT.

AKT saat ini mengelola tambang batubara kokas (highrank) di Kalimantan Tengah dengan luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) mencapai 40 ribu hektar. Perusahaan tambang yang sedang mengejar target produksi 10 juta ton pada 2013 ini, menargetkan produksinya bertambah 5 juta ton dalam 3 tahun mendatang.

(Abraham Lagaligo/abrahamlagaligo@gmail.com)