JAKARTA – Aturan penetapan bonus tanda tangan (signature bonus) kontrak wilayah kerja (WK) atau blok migas yang telah habis masa kontrak atau terminasi kembali direvisi seiring terbitnya Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 28 tahun 2018 tentang perubahan atas Permen ESDM Nomor 23 Tahun 2018 tentang pengelolaan wilayah kerja migas yang akan berakhir kontrak kerja sama.

Dalam beleid terbaru tersebut dilakukan revisi terkait penetapan bonus tanda tangan yang harus dibayarkan kontraktor. Pasal 12 menyebutkan menteri menetapkan bonus tanda tangan paling sedikit US$ 1 juta.

Permen ESDM Nomor 23 Tahun 2018 sebelumnya menyatakan menteri menetapkan bonus tanda tangan paling sedikit US$1 juta dan paling banyak US$ 250 juta.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, mengungkapkan dalam perkembangannya setelah dilakukan evaluasi dan perhitungan mandalam, ternyata kontraktor bisa menikmati Net Present Value (NPV) lebih besar dari perhitungan sebelumnya.

“Karena ada kemungkinan NPV-nya US$ 1 miliar. Jadi bisa lebih tinggi untuk negara (signature bonus),” kata Arcandra saat ditemui di Kementerian ESDM Jakarta, Kamis (17/5).

Menurut Arcandra, meskipun tidak akan dibatasi, bukan berarti pemerintah membuka ruang untuk bernegosiasi. Pemerintah telah memiliki formula penetapan signature bonus sendiri dengan diterbitkannya Keputusan Menteri ESDM Nomor 1794K/10/2018 yakni 25% x (NPV 10% kontraktor – biaya investasi yang belum dikembalikan – NPV10% komitmen pasti).

Dengan adanya perhitungan tersebut maka membuka kesempatan bagi kontraktor untuk bisa lebih fokus kepada komitmen pasti investasi dibanding menyiapkan dana besar untuk signature bonus.

Arcandra mengatakan, salah satu cara untuk meningkatkan kegiatan eksplorasi adalah dengan meningkatkan porsi investasi kontraktor. Karena itu, pemerintah tidak masalah jika pendapatan dari bonus tanda tangan berkurang asalkan komitmen investasi besar.

“Kalau hanya sebagai pendapatan negara ya diam, mendingan kami masukan jadi kegiatan produktif. Eksplorasi di Indonesia (dikatakan) sedikit, terus bagimana cara meningkatkannya? Signature bonus saja? Diam masuk ke kas negara. Bagaimana kalau kami kurangin (signature), masuk ke komitmen pasti,” tandas Arcandra.(RI)