JAKARTA – Pengaturan bonus produksi diyakini akan memberikan jaminan hukum bagi daerah penghasil supaya dapat lebih merasakan manfaat dari kegiatan pengusahaan panas bumi, khususnya pemerintah daerah (Pemda) tingkat II.

“Selain itu, pengaturan ini diharapkan dapat memberikan peluang sebesar–besarnya bagi masyarakat sekitar sehingga meningkatkan taraf hidup masyarakat lokal,” ujar Yunus Saefulhak, Direktur Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jumat (5/12).

Bonus produksi merupakan salah satu bentuk pemanfaatan pengembangan panas bumi yang bertujuan untuk dapat dirasakan langsung oleh daerah penghasil. Penggunaan bonus produksi diprioritaskan untuk masyarakat yang berada paling dekat dengan proyek atau kegiatan pengusahaan panas bumi.

Pengaturan mengenai bonus produksi panas bumi merupakan amanat dari pasal 53 Undang–Undang (UU) nomor 21 tahun 2014 yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2016 tentang Besaran dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi Panas Bumi, yang diatur lebih jelas dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 23 Tahun 2017 tentang tentang tatacara rekonsiliasi, penyetoran dan pelaporan bonus produksi panas bumi.

Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa untuk penjualan uap panas bumi, bonus produksi yang harus dibayarkan kontraktor sebesar 1% dari pendapatan kotor. Sedangkan untuk penjualan listrik, bonus produksinya ditetapkan lebih rendah, yakni 0,5% dari pendapatan kotor. Parameter dan bobot yang dijadikan dasar perhitungan bonus produksi meliputi luas wilayah kerja, infrastruktur produksi, infrastruktur penunjang, dan realisasi produksi.

Menurut Yunus, hasil perhitungan kewajiban penyetoran bonus produksi kepada pemerintah daerah selama periode tahun 2014-2017 total sebesar Rp 156, 94 miliar. Rincian perhitungan bonus produksi antara lain 2014 sebesar Rp 525, 36 juta; 2015 sebesar Rp 52, 7 miliar; 2016 sebesar Rp 62, 36 miluar; dan 2017″sebesar Rp 35, 35 miliar (belum termasuk perhitungan kuartal IV, prognosa realisasi bonus produksi kuartal IV sebesar Rp 20,5 miliar).

Kewajiban penyetoran bonus produksi terhadap tujuh pengembang panas bumi pada 12 area/WKP dan disetorkan kepada 25 Pemerintah Kabupaten/Kota Penghasil.

“Saat ini, pemerintah daerah yang mendapatkan bonus produksi terbesar adalah Kabupaten Bandung dengan nilai sebesar Rp 58,3 miliar,” ujar Yunus.

Dengan adanya bonus produksi panas bumi ini pemerintah daerah penghasil akan mendapatkan manfaat langsung berupa adanya pemasukan ke kas daerah dari beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Dengan ini diharapkan pemerintah daerah dapat bersama pengusaha panas bumi menjaga kelangsungan produksi panas bumi, sehingga terciptanya hubungan saling menguntungkan antara pengusaha dan pemerintah daerah penghasil.

“Diharapkan bonus produksi dapat memupuk rasa kepemilikan oleh masyarakat terhadap kegiatan pengusahaan panas bumi tersebut sehingga tercipta sinergi antara masyarakat dengan badan usaha pengembang panas bumi dalam upaya pemanfaatan sumber daya panas bumi,” kata Yunus.(RA)

Pekerja melintasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang dioperasikan PT Pertamina Geothermal Energy.