PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), perusahaan distribusi dan transmisi gas—yang kini masuk ke bisnis hulu migas— pada Senin (10/9) pukul 11.00 WIB ini bakal menyelenggarakan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB). Salah satu mata acara RUPSLB itu adalah perubahan susunan pengurus perseroan.

Rachmat Utama, Sekretaris Perusahaan Perusahaan Gas Negara (PGN), dalam keterbukaan informasi Kamis (16/8), menyatakan ada tiga mata acara yang dibahas dalam RUPSLB perusahaan yang mayoritas sahamnya dikuasai PT Pertamina (Persero), badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi itu. Perinciannya, pemaparan dan evaluasi kinerja perseroan pada semester I/2018, perubahan anggaran dasar, dan perubahan susunan pengurus.

Saat ini jajaran direksi PGN diisi oleh lima orang, terdiri atas Direktur Utama Jobi Triananda Hasjim, Direktur Keuangan Said Reza Pahlevi, Direktur Komersial Danny Praditya, Direktur Infrastruktur dan Teknologi Dilo Seno Widagdo, dan Direktur SDM dan Umum Desima Equalita Siahaan.

Sementara itu, komisaris perusahaan juga terdiri atas lima orang, terdiri atas satu orang komisaris utama, yaitu IGN Wiratmaja Puja yang saat ini menjabat Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Wiratmaja Puja didapuk jadi komut PGN pada April 2018 menggantikan posisi Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno. Empat anggota komisaris PGN lainnya adalah Mohamad Ikhsan, Hambra, Kiswodarmawan, dan Paiman Raharjo.

Stan PT Saka Energi, salah satu anak usaha PGN di sektor hulu, saat pameran IPA, Mei lalu. (foto: Dunia-Energi/Dudi Rahman)

Sumber Dunia-Energi yang mengetahui rencana RUPSLB PGN membisikkan, manajemen Pertamina tengah menyiapkan rencana perubahan susunan BOD PGN. Beberapa anggota BOD kemungkinan digusur dan digantikan pejabat dari lingkungan Pertamina. Bahkan, IGN Wiratmaja Puja, Komut yang baru menjabat April lalu, berpotensi ikut diganti.

“Pertamina sebagai pemegang saham terbesar di PGN baru menempatkan satu orang wakilnya, yaitu direktur keuangan. Kemungkinan akan ada penambahan lagi porsi wakil Pertamina di PGN. Ada juga potensi Dirut PGN diganti, termasuk Komut,” ujar sumber.

Hingga artikel ini ditulis, Jobi dan Wiratmaja Pudja belum bisa dikonfirmasi.

Sumber menyebutkan, kinerja Jobi sebagai Dirut PGN sebenarnya tidak jelek-jelek amat. Terbukti dia berhasil meningkatkan kinerja perusahaan setelah pada 2017 laba bersih perusahaan melanjutkan penurunan yang diwariskan manajemen sebelumnya yang dipimpin oleh Hendi Prio Santoso yang saat ini menjabat Direktur Utama PT Semen Indonesia Tbk (SMGR).

Berdasarkan keterbukaan informasi, sepanjang Januari-Juni 2018, kinerja PGN cukup baik. Pendapatan naik dari US$ 1.411 juta menjadi US$ 1.622 juta. Laba bersih juga naik hampir tiga kali lipat dari US$ 50 juta menjadi US$ 146 juta. Sebanyak 78% pendapatan perusahaan berasal dari distribusi, 19% dari sektor hulu (upstream) dan 3% lainnya.

Sementara itu EBITDA naik tipis dari US$ 424 juta pada semester I 2017 menjadi US$ 456 juta pada periode semester I 2018. Ini dikontribusi distribusi 56% dan 44% dari sektor hulu.
Dari sisi aset, Jobi juga berhasil meningkatkan total aset perusahaan dari US$ 6,29 miliar menjadi US$ 6,467 mliar. Ini terdiri atas asset tetap US$ 2,26 miliar dari US$ 1,8 miliar dan aset tidak tetap turun dari US$ 4,485 miliar jadi US$ 4,2 miliar.

Di sisi lain, total kewajiban naik jadi US$ 3,22 miliar dari US$ 3,1 miliar. Ini terdiri atas kewajiban lancar menjadi US$ 557 juta dari US$ 467 juta (year-on-year/yoy) dan kewajiban tidak lancar naik jadi US$ 2,663 miliar dari US$ 2,64 milira. Dengan demkian total ekuitas naik jadi US$ 3,247 miliar dari US$ 3,187 miliar.

Secara operasional, kinerja BOD PGN di bawah Jobi juga tak jelek-jelek amat. Perusahaan berhasil mendistribusikan gas sebanyak 836 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd) atau naik 12% yoy. Sementara itu, volume transmisi 728 mmscfd flat, harga jual gas US$ 8,38 per mmbtu turun 2,2% yoy dan harga gas dari hulu US$ 6,09 per mmbtu naik 0,7% (termasuk LNG).
Adapun lifting mencapai 42.104 boepd naik 5% terdiri atas minyak 8.875 boepd, gas 126 mmscd lng 62 bbtud dan LPG 71 mtpd.

Adapun utang PGN, hingga Juni 2018 mencapai US$ 2,41 miliar, dengan Weighted Average Interest Rate 4,41% termasuk pajak. Sebanyak 98% dalam bentuk suku bunga fixed dan 2% float. Dari jumlah utang itu, sebesar 85% utang bermata utang dolar AS dan 15% yen Jepang.

Dalam keterbukaan informasi di laman perseroan yang dikhususkan bagi investor disampaikan bahwa perseroan memproyeksikan di sektor hulu lifting minyak dan gas naik dari 40.084 boepd menjadi 42.104 boepd sepanjang 2018. LNG naik menjadi 10.608 boepd dari 3.919 boepd. Sementara gas turun dari 24.776 menjadi 2.792 boepd. Pun LPG turun dari 1.901 boepd ke 828 boepd. penurunan yang sama juga terjadi pada minyak dari 9.489 ke 8.875 bpd.

Makin Moncer?

Perusahaan Gas Negara (PGN) adalah salah satu perusahaan tertua di Tanah Air. Berdiri pada 1859 dengan nama LJN Eindhoven & Co sebagai perusahaan distributor gas swasta di Batavia, yang pada 1863 diambilalih Pemerintah Hindia Belanda. Pada 60 tahun lalu, LJN Eindhoven dinasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia (sehingga menjadi BUMN), dan melantai (go public), 15 tahun lalu.

Bisnis perusahaan terdiri atas dua jenis, yaitu distribusi dan transmisi gas. Distribusi gas antara lain dilakukan melalui truk tangki, abung gas dan pipa gas berukuran kecil ke pelanggan. Adapun transmisi gas adalah penyaluran gas melalui pipa khusus berukuran besar. PGN mendapatkan fee dari produsen gas (kontraktor kontrak kerja sama) yang mengalirkan gas via pipa tersebut.

Tujuh tahun lalu, PGN masuk ke bisnis hulu migas. Langkah itu dilakukan dengan mendirikan PT Saka Energi Indonesia dan PT Gagas Energi Indonesia. Melalui Saka Energi, perusahaan mengakuisisi kepemilikan saham, baik mayoritas maupun minoritas, di 11 lapangan migas (10 di Indonesia dan satu di Amerika Serikat). Beberapa lapangan saat ini sudah berproduksi.
Adapun melalui Gagas Energi, perusahaan mengelola Wilayah Kerja West Madura Offshore milik Pertamina, menjadi liquefied natural gas (LNG). Produk tersebut siap pakai yang langsung disalurkan ke sektor transportasi dan komersial.

Dengan masuknya PGN ke sektor hulu migas, pada tahap awal akan menggerogoti keuangan. Hal ini terbukti dari penurunan profit perusahaan sejak 2014 sampai 2017 saat PGN dipimpin Hendi. Dalih yang disampaikan manajemen saat itu simpel. Penurunan keuntungan karea perlambatan ekonomi makro. Padahal sejatinya adalah masalah efisiensi.

Hal ini tampak misalnya dari keterlambatan manajemen PGN dalam menambah jaringan pipa gas, di sisi lain mulai muncul pesaing—salah satunya PT Rukun Raharja Tbk (RAJA). Dengan begitu, PGN tak lagi memonopoli distribusi dan transmisi gas. Pangsa pasar juga tergerus. Belum lagi kehadiran PT Pertamina Gas (Pertagas), anak usaha Pertamina yang bisnisnya mirip dengan PGN. Lengkap sudah proses penggerusan keuntungan PGN.

Beruntung, setelah sebelumnya mendapatkan perlawanan dari jajaran BOD Pertamina di masa Elia Masa, Kementerian BUMN berhasil merealisasikan subholding gas: saham pemerintah di PGN diberikan kepada Pertamina.Proses ini tuntas pada April 2018. Setelah itu, proses berikutnya adalah pengambilalihan 51% saham Pertagas oleh PGN. Total nilai akuisisi ini sekitar Rp16 triliun.

Pembentukan subholding gas oleh pemerintah ini masih dinanti oleh berbagai kalangan, termasuk investor di pasar modal, adakah berdampak positif atau tidak terhadap fundamental perusahaan.

Sejatinya, dengan core business yang hampir mirip antara PGN dan Pertagas, dengan akuisisi anak perusahaan Pertamina di bawah PGN kinerja perusahaan akan menjadi moncer. Masalahnya kemudian, butuh kerja keras bagi manajemen PGN untuk mengintegrasikan bisnis Pertagas ke dalam PGN. Tugas Pertamina, selaku pemegang saham terbesar di PGN, untuk menentukan figur calon jajaran pengurus PGN yang tepat agar sinergitas yang dirancang dalam pembentukan subholding gas benar-benar terealisasi dan berdampak positif. Tak hanya bagi perusahaan dan pemegang saham, tapi juga masyarakat. Semoga. (DR)