JAKARTA – PT Pertamina Hulu Energi, anak usaha PT Pertamina (Persero) meminta pemerintah untuk bisa mengkaji pemberian insentif tambahan dalam pengelolaan Blok Offshore North West Java (ONWJ) sebagai konsekuensi belum dibayarkannya pengembalian biaya terhadap investasi untuk barang modal atau peralatan selama pengelolaan blok tersebut.

“Ada undepreciated cost yang belum solved nilainya US$ 453 juta. Ini dimasukkan usulan kami, supaya ada tambahan split ke kami agar undepreciated ini bisa tercover,” kata Gunung Sardjono Hadi, Direktur Utama PHE saat rapat bersama Komisi VII DPR di Jakarta, Selasa (24/1).

Kontrak pengelolaan Blok ONWJ pertama kali ditandatangani pada 18 Agustus 1966 dengan periode efektif mulai 19 Januari 1967 hingga 18 Januari 1997. Selanjutnya, pada 23 April 1990 dilakukan amendemen dan perpanjangan kontrak dengan periode efektif 19 Januari 1997 hingga 18 Januari 2017. Cadangan minyak WK ONWJ sebesar 309,8 juta barel oil ekuivalen dan 1.114,9 miliar standar kaki kubik gas.

Menurut Gunung, dalam pembahasan pemberian tambahan split sebenarnya PHE juga ikut membahas bersama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Namun tidak disinggung apakah dana undepreciated masuk dalam komponen yang akan direcover atau tidak.
PHE berharap apa yang sudah didapatkan dari skema kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) cost recovery juga bisa didapatkan dengan skema gross split. Apalagi saat ini belum adanya kejelasan terkait biaya pengembalian undepreciated. Perusahaan juga memiliki kewajiban untuk menanggung tambahan pajak pertambahan nilai (PPN).

“Sehingga kami masih bisa untuk survive dan growth terkait masalah lain, PPN tidak lagi direimburse, begitu juga dengan undepreciated cost, karena kita fase perpanjangan yang tidak jadi,” katanya.

PHE sebenarnya sudah mendapatkan tambahan split sebesar 14,5 persen. Split sebesar itu membuat bagi hasil PHE lebih besar dari bagian yang diterima oleh pemerintah. Perincian tambahan split untuk PHE ONWJ, diantaranya adalah lokasi dikategorikan offshore dengan kedalaman laut 20-50 meter sehingga mendapatkan tambahan split 10%. Reservoir dengan rata-rata di atas kedalaman 2.500 meter, tambahan split satu persen kemudian kandungan CO2 5-10 persen, sehingga ONWJ mendapatkan split 0,5 persen. Serta production phase secondary tambahan split tiga persen.

Satya W Yudha, Wakil Ketua Komisi VII DPR, menyatakan akan meminta penjelasan dari pemerintah terkait mekanisme pelaksanaan gross split. Pemerintah sampai Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang bagi hasil gross split diterbitkan tidak pernah berkonsultasi dengan DPR.

“Ini yang akan kita tanyakan nanti dengan para pembuat kebijakan. Apalagi salah satunya tadi ada undepreciated cost yang belum terbayarkan, kan nanti merugikan PHE,” kata dia.

Harry Poernomo, Anggota Komisi VII DPR, menyatakan pesimis dengan skema gross split yang diterapkan untuk kontrak-kontrak baru ke depan. Karena dinilai masih terlalu berisiko, terutama bagi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) asing. “Saya yakin 10 tahun ke depan tidak ada yang mau ikut gross split,” tandas Harry.(RI)