JAKARTA-Kebijakan pemerintah Indonesia memberikan kesempatan kepada PT Pertamina (Persero), badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi, untuk mengelola Blok Rokan mulai 2021 sangat strategis dan membuktikan bahwa pemeirntah saat ini tidak pro asing dan tetap mengutamakan BUMN. Namun, Pertamina disarankan untuk menggandeng mitra dalam mengelola ladang migas—yang memberi kontribusi besar bagi produksi dan lifting minyak nasional itu–karena butuh dana besar untuk mempertahankan produksi.

Mamit Setiawan, Direktur Eksekutif Energy Watch, mengatakan untuk mengelola Blok Rokan, biaya yang dibutuhkan sekitar US$ 1,4 miliar per tahun. Biaya untuk mengelola Blok Rokan tidak sedikit sehingga Pertamina harus segera bergerak mencari mitra untuk share down dalam pengelolaan ladang migas tersebut.

Share down saham melalui mekanisme farm in & farm out bukan hal yang terlarang dalam industri hulu migas karena dengan share down Pertamina bisa berbagi risiko dengan mitra tersebut,” ujar Mamit dalam keterangan tertulis kepada Dunia-Energi, Jumat (24/8).

Mamit Setiawan, Direktur Eksekutif Energy Watch. (Foto: dok)

Mamit mengatakan pemilihan mitra untuk mengelola Blok Rokan dierahkan kepada Pertamina untuk mencari yang terbaik dan memang mempunyai pengalaman dalam mengelola industry hulu migas. Selain itu, juga calon mitra tersebut harus mempunyai dana yang cukup serta teknologi dalam mengelola Blok Rokan.

“Mereka tidak harus bermitra dengan kontraktor eksisting saat ini, yaitu Chevron Pacific Indonesia (CPI). Biarkan proses berlangsung business to business dengan transparan sehingga tidak menimbulkan kecurigaan di masyarakat,” katanya.

Mamit juga menegaskan dengan share down Pertamina harus tetap menjadi operator dalam mengelola Blok Rokan.Pertamina bisa share down maksimal 39% karena ada jatah hak partisipasi daerah sebesar 10%. Dengan demikian, Pertamina tetap menjadi pemegang saham terbesar dan tetap sebagai operator.

Pemerintah sebelmnya mengumumkan pada 31 Juli 2018 pengelolaan Blok Rokan jatuh kepada Pertamina pasca kontrak Chevron Pacific Indonesia (CPI) berakhir pada 2021 selama 20 tahun kedepan. Pertamina di tetapkan sebagai pengelola Blok Rokan setelah Pertamina berani untuk memberikan signature bonus sebesar US$ 784 juta, komitmen kerja pasti sebesar US$$500 juta,potensi pendapatan negara sebesar US$20 miliar dan diskresi tambahan split sebesar 8% atas dasar rata-rata produksi 220.000 bopd dengan cadangan produksi 500 juta – 1.5 milyar barel.

Dengan pengumuman ini, Pertamina mempunyai waktu yang lebih lama untuk lebih mengenal dan mempersiapkan diri dalam mengelola Blok Rokan. Jangan sampai mereka mengalami hal yang sama saat peralihan Blok Mahakam dari Total kepada PERTAMINA dimana produksinya langsung turun tidak sesuai dengan target. Padahal sudah ada peralihan selama satu tahun sebelum dari sebelum kontrak habis.

Pada 2017 produksi Blok Mahakam adalah sebesar 1.200 mmscfd. Saat ini produksi gas di Blok Mahakam 957 mmscfd dari target 1.008 mmscfd dan minyak sebesar 43.000 bopd dari target 46.000 bopd. (dr)