JAKARTA – PT Freeport Indonesia, anak usaha Freeport-McMoRan Inc, menegaskan belum ada kesepakatan dengan pemerintah terkait perubahan status kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Padahal, status IUPK menjadi syarat utama agar Freeport bisa memperoleh izin ekspor konsentrat.

Riza Pratama, Vice President Corporate Communication Freeport, mengatakan ekspor konsentrat tetap dilarang, sebagai akibat dari peraturan-peraturan yang diterbitkan pada Januari 2017. “Larangan ekspor bertentangan dengan hak-hak Freeport dalam kontrak dengan pemerintah yang mengikat secara hukum,” ujar Riza kepada Dunia Energi, Selasa (14/2).

Menurut Riza, penundaan ekspor konsentrat tembaga akan mengakibatkan Freeport mengambil tindakan dalam waktu dekat untuk mengurangi produksi agar sesuai kapasitas domestik yang tersedia di PT Smelting Gresik yang memurnikan sekitar 40 persen dari produksi konsentrat perseroan.

Freeport telah bersedia mengubah kontrak karya menjadi IUPK, namun dengan syarat harus disertai dengan suatu perjanjian stabilitas investasi dengan tingkat kepastian fiskal dan hukum yang sama dengan KK.

“Persyaratan ini diperlukan dan sangat penting untuk rencana investasi jangka panjang Freeport,” tukas Riza.

Manajemen Freeport pada Sabtu (11/2), telah merilis surat edaran yang menyatakan pabrik pengolahan (mill) telah dihentikan sejak Jumat (10/2). Hingga saat ini, pabrik pengolahan tidak memproduksi konsentrat tembaga.

Sebagai akibatnya, perusahaan akan melakukan perubahan-perubahan rencana operasi yang akan berdampak pada pengurangan jumlah karyawan pada pekan ini. Freeport juga menyatakan sudah mengurangi jumlah karyawan senior.

Freeport menyatakan sudah memberitahukan kontraktor-kontraktor terbesarnya mengenai rencana perubahan operasi, dan mereka sedang melakukan langkah awal untuk pengurangan karyawan.

“Freeport akan terus bekerja sama dengan pemerintah untuk mencapai kesepakatan yang saling memberikan manfaat bagi kedua belah pihak,” tandas Riza.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya menyatakan telah menyetujui perubahan status kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara. Perubahan status merupakan prasyarat utama agar kedua perusahaan bisa kembali mendapat izin ekspor konsentrat.

“Pada prinsipnya IUPK sudah ditandatangani Pak Menteri. Perubahan ini merupakan milestone penting dari implementasi PP 1/2017,” kata Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM.(RA)