JAKARTA– PT Adaro Energy Tbk (ADRO), perusahaan tambang batubara dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia, mencantatkan laba inti sebesar US$ 281 juta hingga kuartal III 2016, naik dibandingkan raihan laba inti periode sama tahun lalu sebesar US$ 228 juta ditopang kinerja bisnis inti yang tinggi. Peningkatan laba inti tersebut antara lain ditopang oleh penurunan beban pokok pendapatan dari US$ 1,67 miliar pada periode sampai September 2015 menjadi US$ 1,3 miliar sepanjang Januari-September 2016.

Garibaldi Thohir, Presiden Direktur Adaro Energy, mengatakan pendapatna usaha perseroan hingga kuartal III 2016 mencapai US$ 1,778 juta atau turun 16% dibandingkan periode sama tahun lalu. Hal itu terjadi karena harga jual rata-rata batubara turun 14% dan volume penjualan masih di bawah 40 juta ton.

“Produksi batubara tercatat 39,3  juta ton  sampai kuartal III, ini cukup baik untuk mencapai target 52 juta-54 juta ton sepanjang 2016,” ujar Garibaldi dalam siaran pers yang diterima Dunia-Energi di Jakarta, Senin (31/10).

Garibaldi Thohir-web

Garibaldi Thohir, Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk

Menurut Garibaldi, Walaupun jumlah hari hujan maupun volume curah hujan di bulan Juli dan September melebihi rata-rata, Adaro berhasil meningkatkan aktivitas pemindahan lapisan penutup dan nisbah kupas gabungan untuk  periode hingga Sptember 2016 hingga mencapai 4,44x.  Pemulihan yang terjadi di pasar batubara adalah hal yang menggembirakan, dimana reaksi suplai masih berlanjut dan permintaan bergerak menyusul suplai untuk mendukung pergerakan pasar menuju penyeimbangan kembali.

Garibaldi yakin Adaro berada di waktu dan tempat yang tepat untuk menangkap momentum ini karena perusahaan telah meningkatkan basis sumber daya dan portofolio produknya. Dia juga optimistis dengan prospek batubara di jangka panjang, terutama di Indonesia dan wilayah Asia Tenggara lainnya.

“Kinerja perusahaan yang positif mencerminkan ketahanan model bisnis dan upaya efisiensi yang berkelanjutan, serta kesempurnaan operasionalnya,” ujarnya.

China adalah salah satu negara tujuan ekspor batubara Adaro. Negara tersebut diperkirakan tetap mempertahankan pengaruhnya yang besar di pasar batubara lintas samudra (seaborne).  Rasionalisasi suplai di China, yang ternyata lebih ketat daripada perkiraan pasar, serta permintaan yang kuat akibat musim panas yang terik di negara tersebut, telah menimbulkan pengetatan suplai di pasar domestik China dan mendorong kenaikan permintaan terhadap batubara impor. Selain di China, permintaan terhadap batubara di wilayah Asia juga tetap kuat dalam kuartal ini.

Sampai akhir September 2016, impor batubara oleh China (termasuk batubara kokas) diperkirakan mencapai 180 juta ton. China terus mengimpor batubara termal Indonesia karena para pembeli dari India beralih dari pasar lintas samudra akibat, antara lain, lemahnya pertumbuhan permintaan pembangkit dan musim hujan yang kuat.

Setelah menjalani tahun yang didominasi pengurangan biaya maupun produksi, para produsen batubara tidak dapat segera menanggapi kenaikan permintaan. Selain itu, gangguan suplai akibat musim hujan yang berkepanjangan di Indonesia dan kegiatan pemeliharaan terhadap infrastruktur di Australia semakin mengetatkan suplai di pasar, hingga menyebabkan penguatan harga batubara dalam periode ini, terutama harga batubara kokas. Pada kuartal ketiga 2016, Indeks Global Coal Newcastle naik sekitar 40%, sementara harga batubara kokas keras naik sekitar 125%. Harga rata-rata Global Coal Newcastle pada 3Q16 sebesar AS$67,10 per tonne adalah 30% lebih tinggi daripada harga rata-rata pada 2Q16 yang tercatat AS$51,54 per tonne.

“Kami berkomitmen penuh terhadap rencana produksinya untuk kuartal keempat. Kenaikan suplai di pasar domestik yang telah direncanakan juga merupakan suatu hal yang patut diketahui,” jelas Garibaldi. (DR)