JAKARTA – PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM), badan usaha milik negara di sektor pertambangan membukukan rugi bersih Rp496,12 miliar pada semester I 2017 dibanding periode yang sama tahun lalu yang membukukan laba bersih Rp11,02 miliar.

Laporan keuangan yang dirilis Senin (4/9) menyebutkan perseroan harus menanggung beban lain-lain hingga Rp248,34 miliar pada enam bulan pertama tahun ini dibanding periode yang sama tahun lalu yang membukukan penghasilan lain-lain hingga Rp351,61 miliar. Bagian kerugian entitas asosiasi dan ventura bersama serta beban keuangan Antam juga tercatat meningkat signifikan. Akibatnya, perseroan harus menanggung rugi sebelum pajak Rp478,93 miliar dibanding semester I 2016 yang meraih laba sebelum pajak Rp100,9 miliar.

Disisi operasi, Antam tercatat membukukan penjualan Rp3,01 triliun pada semester I 2017, turun 27,6% dibanding periode yang sama tahun lalu Rp4,16 triliun. Namun perseroan berhasil menekan beban pokok sebesar 28,8% menjadi Rp2,87 triliun dibanding periode enam bulan 2016 yang mencapai Rp4,02 triliun. Langkah efisiensi tersebut membuat laba kotor Antam naik dari Rp119,87 miliar pada semester I tahun lalu menjadi Rp134,69 miliar pada semester I 2017.

Arie Prabowo Ariotedjo, Direktur Utama Antam, mengatakan selama semester I 2017, Antam terus mengintensifkan beragam inisiatif efisiensi dan berhasil menghemat Rp10,8 miliar atau 60% dari target efisiensi 2017 sebesar Rp17,9 miliar.

“Upaya efisiensi yang dilakukan di antaranya efisiensi bahan baku/pembantu untuk kegiatan operasional di unit bisnis serta negosiasi kontrak dengan pihak ketiga,” ujar Arie.

Antam pada semester I 2017 mencatat peningkatan volume produksi feronikel sebesar 12% menjadi 9.327 ton nikel dalam feronikel (TNi) dari 8.304 TNi di semester I 2016. Meski demikian, volume penjualan feronikel turun 4% menjadi 7.791 TNi dibanding penjualan semester I tahun ini sebesar 8.092 TNi.

Penurunan volume penjualan feronikel merupakan imbas dari dilakukannya pekerjaan penggantian roof di Electric Smelting Furnace-3 (ESF-3) dan optimasi fasilitas produksi pabrik FeNi III yang memiliki kapasitas operasi 10 ribu TNi per tahun.

Pekerjaan penggantian roof ESF-3 dan optimasi fasilitas produksi telah selesai dilakukan di pertengahan bulan Maret 2017 dan tingkat produksi pabrik feronikel di Pomalaa telah kembali berjalan optimal.

Penurunan volume penjualan juga disebabkan adanya kebijakan manajemen untuk melakukan ekspor feronikel di paruh kedua tahun 2017 seiring ekspektasi peningkatan harga nikel. Pada semester I 2017 harga rata-rata nikel mencapai US$4,55 per pon, sementara di awal September 2017 harga rata-rata nikel sudah mencapai US$5,43 per pon.

“Dengan adanya tren kenaikan harga nikel di paruh kedua tahun 2017, Antam optimistis dapat meningkatkan volume penjualan dengan marjin yang menguntungkan,” ungkap Arie.

Volume produksi emas Antam tercatat stabil dengan capaian 1.013 kg, dibanding produksi emas semester I 2016 sebesar 1.015 kg. Volume penjualan emas tercatat sebesar 3.298 kg atau turun 38% dibanding semester I tahun lalu 5.392 kg.

Penurunan volume penjualan emas disebabkan oleh adanya gangguan fasilitas pemurnian logam mulia yang terjadi di awal tahun 2017 dan telah terselesaikan.

“Perseroan akan meningkatkan penjualan di semester II 2017 melalui penetrasi penjualan ekspor dan penjualan di dalam negeri,” tandas Arie.(AT/RA)