JAKARTA – PT Pertamina (Persero) mengakui perkembangan Bahan Bakar Gas (BBG) belum mengalami kemajuan berarti lantaran banyak beban kepada pengembangan BBG. Salah satu di antaranya adalah harga jual. Apalagi dibanding dengan harga BBM, harga BBG tidak dapat bersaing.

“Harga BBG saat ini berkisar Rp3.100 per liter setara premium (lsp) sampai Rp3.500 per lsp. Padahal harga keekonomiannya Rp4.500 per lsp,” kata Yenni Andayani, Direktur Gas Pertamina disela gelaran Pertamina Energy Forum, Rabu (13/12).

Faktor harga inilah yang menjadi salah satu penyebab BBG sulit dikembangkan, nilai keekonomian BBG masih cukup kecil. Sehingga BBM lebih dipilih untuk bisa dipasarkan.

“Jadi kalau kita mau mengembangkan BBG secara agresif, semakin banyak mengembangkan maka semakin tinggi bebannya. Jadi pada prinsipnya, pada akhirnya kita harus memilih fuel mana yang paling fit untuk dikembangkan di Indonesia kemudian hari,” ungkap Yenni.

Dia menambahkan saat ini meskipun pembangunan infrastruktur berlangsung massif menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kenyataannya pemanfaatan BBG belum maksmimal.

“Terus terang bicara BBG walaupun pembangunan infrastruktur bisa gunakan APBN tapi pemanfaatan belum bisa maksimal,” kata Yenni.

Pemerintah sebenarnya sudah memiliki beleid khusus untuk dalam pengembangan BBG yaitu melalui Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2017 tentang kewajiban penyediaan satu nozzle gas di setiap satu SPBU. Saat ini Indonesia telah memiliki 68 SPBG. Dengan adanya Permen ESDM Nomor 25 No 2017 jumlah SPBG akan terus bertambah pada 2020 menjadi 289 SPBG, kemudian pada 2025 menjadi 800 SPBG dan 1.300 SPBG pada 2030.(RI)