Menteri ESDM, Jero Wacik.

Menteri ESDM, Jero Wacik.

JAKARTA – Seumur jagung, mungkin ungkapan yang tepat untuk menggambarkan singkatnya masa Rudi Rubiandini memimpin SKK Migas. Hanya 8 bulan menjabat, dosen teladan ITB ini sudah tersangkut suap. Jero Wacik selaku Ketua Komisi Pengawas diminta bertanggung jawab terhadap persoalan ini.

Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Rofi Munawar menilai, kasus suap yang menerpa Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) merupakan pelajaran berharga bagi tata kelola industri migas nasional.

“Praktik-praktik yang tidak transparan dan minim akuntabilitas pada akhirnya tentu akan sangat merugikan dalam sistem migas nasional,” ujarnya. Padahal berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2013, telah dibentuk Komisi Pengawas SKK Migas yang diketuai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).  

Oleh karena itu, kata Rofi Munawar, Jero Wacik selaku Menteri ESDM sekaligus Ketua Komisi Pengawas SKK Migas, harus bertanggung jawab dalam mengawal seluruh proses tersebut, karena secara teknis hierarkis SKK Migas ada dibawah tanggung jawabnya.

“Dengan kejadian ini jangan sampai merupakan sebuah gambaran fenomena gunung es yang lazim terjadi dan lebih massif,” tukas politisi asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini pekan lalu.

Kejadian ini, lanjutnya, tentu menjadi catatan tersendiri bagi SKK Migas, setelah sebelumnya dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) saat masih berbentuk Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).

Dalam catatan Rofi, saat itu BP Migas dibubarkan MK karena dianggap inkonstitusional secara kelembagaan. Selepas BP Migas dibubarkan oleh MK, Presiden SBY kemudian membentuk SKK Migas dan memilih Rudi Rubiandini yang baru enam bulan duduk di kursi Wakil Menteri ESDM, sebagai Kepala SKK Migas.

“Dilantik pada 16 Januari 2013, hingga ditangkap KPK pada Selasa malam, Rudi baru menjabat selama 8 bulan saja. Mencuat lagi persoalan hukum yang menimpa SKK Migas, bahkan melibatkan langsung pucuk pimpinannya, yang diduga menyangkut penjualan minyak bagian negara,” tutur Rofi.

Rofi meminta, pemerintah lebih serius dalam menata sistem migas nasional, dan berupaya lebih maksimal dalam mencegah praktek kartelisasi, dengan mendorong adanya tranparansi dalam pengelolaannya. Ini penting, agar jangan sampai lembaga baru SKK Migas sebagai pengganti BP Migas, kembali tidak dipercaya oleh rakyat Indonesia.  

Mengingat sektor ini memiliki kontribusi besar dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) selama ini. Tercatat pada tahun 2012, kontribusi sektor migas mencapai Rp 300 triliun atau setara dengan 23% total APBN tahun 2013.   

“Ikilm operasionalisasi migas tidak boleh terganggu oleh peristiwa ini, langkah cepat dan evaluasi menyeluruh harus dilakukan oleh pemerintah dengan segera,” tandasnya.

(Abdul Hamid / duniaenergi@yahoo.co.id)