JAKARTA – Indonesia masih berpotensi  meningkatkan dan memperbesar produksi minyak dan gas jika berhasil menemukan lapangan migas baru yang besar atau giant field.

Awang Harun Satyana, Executive Advisor Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), mengatakan apabila berhasil menemukan lapangan-lapangan besar maka Indonesia bisa sustain dalam industri migas.

“Indonesia termasuk negara paling tua di industri migas. Kita masih punya 80% area yang bisa di eksplor di seluruh Indonesia. Indonesia masih prospektif,” tegas Awang di Techno Energy Solutions Day 2018 di PHE Tower, Jakarta, Rabu (29/8).

Awang Harun (tengah) saat menjadi pembicara di salah satu sesi diskusi di Techo Energy Solutions Day yang digelar Pertamina Hulu Energi di PHE Tower, Rabu (29/8).(Foto/dok PHE)

Awang mengungkapkan ada 128 cekungan sedimen tersebar di seluruh wilayah Indonesia, namun hanya 18 cekungan yang telah memproduksi migas. Artinya,  masih ada 110 cekungan lainnya yang belum di eksplor lebih jauh.

Indonesia juga diyakini mempunyai 22 lapangan migas raksasa, salah satunya di Natuna. Ke-22 lapangan raksasa tersebut menjadi backbone dalam industri migas nasional.

“Perlu temukan another large giant producer in the future. Kalau tidak demikian maka kita akan terus-terusan impor karena kebutuhan minyak akan terus meningkat. Journey to the significant giant field tidak pernah simple,” kata Awang.

Darmawan Prasodjo, Deputi I Kepala Staf Kepresidenan, mengatakan produksi minyak dan gas (migas) nasional terus menunjukkan tren penurunan, meski telah dilakukan upaya menekan laju penurunan.

“The trend of production oil and gas turun terus walaupun laju penurunan produksi  bisa dilakukan. Pada 10 tahun dari sekarang produksi minyak hanya 500 ribu, impor bisa mendekati Rp900 triliun tanpa ada strategi baru. Kami minta seluruh jajaran industri migas mendukung eksplorasi,” kata Darmawan.(RA)