JAKARTA – Pemerintah mengakui salah satu kendala terbesar dalam pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) adalah pendanaan. Salah satu solusi dengan mendatangkan pinjaman dari lender atau lembaga pinjaman luar negeri. Sayang, itupun belum bisa langsung diimplementasikan.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan beberapa lender asing sudah bersedia memberikan pinjaman dengan bunga rendah.

“Kalau dari luar negeri ada yang menawarkan bunga bank dibawah 5%, ada juga menawarkan 2% atau ada yang 3%,” kata Arcandra disela paparannya dalam Pertamina Energy Forum di Jakarta, Rabu (13/12).

Namun sayangnya bunga rendah yang diharapkan para pelaku usaha EBT diikuti dengan sejumlah syarat yang juga tidak mudah, baik secara bisnis maupun secara regulasi yang berlaku.

“Kadang persyaratannya terlalu ketat. Ada yang memsyaratkan kredit ekspor, ada yang memsyaratkan teknologi harus berasal sekianĀ  persen dari negara pemberi pinjaman dan ini harus kami lihat satu persatu case-nya,” ungkap Arcandra.

Adanya syarat tersebut tentu mengurangi manfaat dari implementasi EBT yang ingin dikejar pemerintah, atau bahkan tidak memberikan multiplier efect sama sekali.

Arcandra menambahkan tantangan lainnya yang dihadapi adalah terkait pengelolaan teknologi EBT dan mengkombinasikan dengan manajemen industri energi pintar.

Ada beberapa wujud pengelolaan dan kombinasi manajemen tersebut yang seharusnya bisa diaplikasikan di berbagai pengelolaan pembangkit EBT lain, yakni pada pembangkit listrik tenaga angin, pembangkit panel surya di darat, pembangkit panel surya terapung, dan perusahaan jasa energi (ESCO).

Dari aspek strategi fiskal, pemerintah menerapkan sejumlah langkah seperti feed in tarrif, dan indeks harga tertinggi untuk biaya pembangkit regional, dengan pembagian bagi wilayah yang biaya dasar pasokan listriknya lebih tinggi dari rata-rata nasional.

“Harga listriknya tidak melampaui 85% dari biaya dasar pasokan listrik setempat. Untuk wilayah yang biaya dasar pasokan listriknya lebih rendah dari rata-rata nasional, harga listrik sebesar 100% dari harga dasar pasokan listrik setempat,” tandas Arcandra.(RI)