JAKARTA– Ibarat gadis cantik jelita yang dikerubungi banyak pria yang ingin meminangnya! Itulah pengibaratan untuk tambang emas Martabe di Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Paling mutakhir adalah hasrat Pengxin International Mining Co Ltd, perusahaan asal China, untuk mengakuisisi tambang yang dikelola PT Agincourt Resources dari konsorsium yang dipimpin EMR Capital.

Kabar yang dilansir Wall Street Journal mengutip sumbernya pada Jumat (1/6) menyatakan bahwa Pengxin, yang sebelumnya bernama Shanghai Synica Co Ltd, menyiapkan dana US$ 1,5 miliar atau setara Rp 21 triliun (kurs Rp 14 ribu per dolar AS) untuk mengambil saham konsorsium EMR Capital di tambang Martabe. Wall Street menyebutkan, proses negosiasi akuisisi saham tersebut hingga kini belum tuntas.

Sebelumnya, Shandong Gold Group, salah satu perusahaan tambang terbesar di China, juga disebut-sebut meminati tambang Martabe. Seperti dikutip Bloomberg (12 September 2017), kelompok usaha itu juga menyiapkan dana US$ 1,5 miliar untuk mengakuisisi saham EMR Capital di tambang emas Martabe.

Tambang emas Martabe pada 17 Maret 2016 resmi di akuisisi oleh Grup Djarum dan Wilmar serta EMR Capital dan US Investment Fund Farallon dari PT Agincourt Resources milik perusahaan asal Hong Kong, G-Resources Group Limited. Wilmar berandil 11% dari pembelian 95% saham Agincourt itu, dan Grup Djarum menopang porsi 7%. EMR Capital menyokong 62% dan US Investment Fund Farallon menopang 20%. Adapun 5% saham Agincourt masih dimiliki PT Artha Nugraha Agung. Perusahaan ini 70% sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan dan 30% milik Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Manajer Senior Komunikasi Korporat G-Resources Tambang Emas Martabe, Katarina Siburian Hardono (kanan).

Berdasarkan Laporan Tahunan Agincourt Resources 2017, sepanjang tahun lalu perusahaan membukukan pendapatan emas sebesar US$ 444,17 juta emas dan US$ 40,26 juta perak. Raihan pendapatan ini naik dibandingkan 2016 dan 2015. Pada 2016, pendapatan emas tercatat US$ 285,47 juta dan perak US$ 40,96 juta dan pada 2015 emas US$ 351,38 juta dan perak US$ 40,18 juta. Sementara itu laba setelah pajak Agincourt tahun lalu tercatat sebesar US$ 151,35 juta, naik dibandingkan 2016 sebesar US$ 120,66 juta dan 2015 sebesar US$ 47,15 juta.

Katharina Siburian, Manajer Senior Komunikasi Korporat PT Agincourt Resources, saat dikonfirmasi mengatakan tambang emas Martabe memang potensial dan memiliki sumber daya yang menjanjikan. Selain itu, tambang ini juga memiliki all in ssustaining cost (AISC) paling rendah dibandingkan perusahaan tambang emas lain di Indonesia. Dengan demikian, banyak diminati oleh perusahaan, baik di dalam maupun luar negeri. “Dan kami sangat terbuka kepada siapapun yang berminat,” ujar Katharina kepada Dunia-Energi, Jumat (1/6).

Menurut Katharina, tambang emas Martabe merupakan investasi Indonesia dan Sumatera Utara bernilai US$ 1,5 miliar yang telah dan akan terus memberikan manfaat substansial kepada pemerintah Indonesia melalui pajak, royalti, dan dividen. Perusahaan ini telah menyediakan lebih dari 2.600 pekerjaan kepada masyarakt semtepat dan menjalankan progtam tanggungjawab sosial perusahaan yang bertujuan meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.

“Tambang ini akan beroperasi setidaknya hingga 2033 dan membuka peluang pembangunan di Batangtoru dan Muara Batangtoru bertahun-tahun kemudian,” katanya.

Tambang Emas Martabe memiliki luas wilayah 1.639 km2, di bawah Kontrak Karya atau generasi keenam (“CoW”) yang ditandatangani pada April 1997. Berdasarkan Laporan Tahunan 2017 Agincourt Resources, terdapat enam deposit mineral terdefinisi di Tambang Emas Martabe. Deposit tersebut masuk ke dalam jenis yang dikenal sebagai deposit epitermal sulfidasi tinggi dan terdiri dari wilayah mineralisasi berskala besar yang berpotensi lebih lanjut menjadi tempat deposit emas dan emas-tembaga.

Per Desember 2017, sumber daya mineral Tambang Emas Martabe adalah 8,8 juta ounce emas dan 72 juta ounce perak. Cadangan bijih emas meningkat dari 3,2 juta ounce menjadi 4,7 juta ounce emas di 2017, setara dengan tambahan enam tahun operasi tambang.

Laporan tersebut juga menyebutkan, sebagian besar fasilitas pendukung tambang berada dekat dengan jalan raya trans-Sumatera dan sejumlah desa yang masuk ke dalam wilayah Kecamatan Batangtoru. Fasilitas operasional berjarak beberapa kilometer ke arah utara, di perbatasan selatan Hutan Batang Toru. Area operasi saat ini meliputi dua pit yang beroperasi, pit ketiga yang sedang dalam pengembangan, dan pabrik pengolahan bijih emas secara carbonin-leach (CIL) konvensional dengan kapasitas rancang sebesar 4,5 juta ton bijih per tahun.

Infrastruktur terkait meliputi jalan angkut (haul road), fasilitas penyimpanan tailing atau tailing storage facility (TSF), tangki penyimpanan air baku, bendungan pengendali sedimen, instalasi pengolahan air, laboratorium analisis, gardu induk tegangan tinggi, gudang bahan peledak dan beberapa bengkel kerja (workshop). Fasilitas pendukung meliputi tempat tinggal (camp) bagi tenaga kerja dengan status fly-in fly-out, lapangan olahraga, klinik kesehatan, gedung administrasi dan pendukung, stasiun pengisian bahan bakar, fasilitas pergudangan, dan pembibitan tanaman. (DR)