Petugas Pertamina Geothermal Energy sedang melakukan pemeriksaan PLTP Kamojang. Kab Bandung Jawa Barat. Sabtu 31/10. Pertamina Geothermal Energy mengelola dua unit pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) unit 4 dan berkapasitas total 95 megawatt yang telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Juli lalu.

JAKARTA – Situasi ekonomi dan kebijakan pemerintah saat ini dianggap masih menjadi hambatan, sekaligus dan tantangan bagi para pengembang energi panas bumi (geothermal). Untuk itu diperlukan pemikiran-pemikiran yang bersifat breakthrough.

“Antara lain dengan menekan biaya-biaya di semua tahap kegiatan, mulai dari survei, eksplorasi, drilling sampai tahap pembangunan power plant. Ini agar menghasilkan tarif yang terjangkau oleh pemerintah,” ujar Abadi Poernomo, Ketua Asosiasi Panas bumi Indonesia (API), Jumat (19/5).

Abadi menambahkan, diperlukan pula langkah maju ke depan dalam menghadapi tantangan dan hambatan tersebut. Namun demikian, kesempatan untuk mengembangkan panas bumi masih terbuka luas.

Menurut dia, target 7.200 megawatt (MW) dari panas bumi merupakan target yang ambisius. Karena hingga saat ini total kapasitas panas bumi terpasang baru 1.643,5 MW.

“Artinya, masih ada kekurangan sekitar 5.700 MW yang perlu dikembangkan dalam kurun waktu 10 tahun atau 550 MW per tahun,” kata dia.

Abadi mengatakan pihaknya terus bermitra dengan pemerintah dalam memberikan masukan-masukan, kajian ilmiah dalam beberapa hal dengan visi untuk dapat mempercepat pengembangan energi panas bumi di Indonesia.

Rida Mulyana, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, berharap kegiatan sektor geothermal masih tetap eksis dan berjalan sebagaimana mestinya.

“Yang diharapkan oleh pemerintah adalah, dukungan terhadap kebijakan penyediaan tenaga listrik dari energi
terbarukan, dengan target 7.200 MW di tahun 2025 melalui PP Nomor 79 Tahun 2014,” tandas Rida.(RA)