JAKARTA – Pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK) sudah disepakati dalam revisi Undang-Undang Minyak dan Gas. Bentuk kelembagaan baru tersebut rencananya akan disinergikan dengan konsep pembentukan holding BUMN yang saat ini juga sedang dibahas Komisi VI DPR bersama dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Satya Wira Yudha, Wakil Ketua Komisi VII DPR, mengatakan selama ini dalam kajian pembahasan revisi UU Migas, Komisi VII selalu berkoordinasi dengan Komisi VI agar tidak terjadi aturan yang tumpang tindih. Pasalnya, konsep BUK tidak akan hanya mengatur sektor hulu migas tapi juga sektor hilir, sehingga bisa mewadahi semua lembaga dan fungsi lembaga, seperti Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak daj Gas (SKK Migas) yang bergerak di hulu dan BPH Migas yang bergerak di sektor hilir bisa terakomodasi.

“BUK nantinya juga akan menjadi wakil pemerintah ketika membahas kontrak kerja dengan perusahaan lain yang ingin menanamkan investasinya di Indonesia. Jadi BUK itu yang mewakili pemerintah,” kata Satya di Jakarta.

Menurut Satya, konsep BUK akan berbeda dengan konsep badan usaha pada umumnya. BUK mengatur teknis pelaksanaan serta menjadi pengawas dalam tata kelola migas dan tidak akan dituntut untuk mencari keuntungan seperti yang dibebankan kepada BUMN saat ini. Namun hingga kini bentuk BUK yang dikehendaki DPR, apakah tinggal menunjuk PT Pertamina (Persero) atau menunjuk holding BUMN migas belum terungkap.

“Kita lihat saja nanti. ini supaya dalam pembahasan itu supaya ada titik temu,” tukas dia.

Satya mengatakann saat ini draf revisi UU tersebut sudah siap untuk diserahkan dan dibahas bersama dengan Badan Legislasi (Baleg). Setelah disetujui Baleg, prosesnya maka akan dilakukan sinkronisasi dibentuk panja atau pansus. Setelah itu baru pemerintah akan dilibatkan.

Berbagai proses tersebut harus dilakukan dan tidak bisa dilewati satupun sehingga lobi-lobi politik otomatis tidak bisa dihindarkan. Hal tersebut yang membuat pembahasan revisi UU migas selalu memakan waktu lama. Apalagi jika nanti disetujui DPR, draf revisi tidak bisa langsung disahkan karena harus kembali dibahas bersama pemerintah.

“Diputuskan paripurna baru diundang pemerintah. Jadi belum tentu apa yang sudah diputuskan di parlemen bisa terus mulus karena akan dibahas lagi dengan pemerintah,” ungkap Satya.

Dalam konsep kelembagaan yang dibahas DPR, BUK tersebut diproyeksikan menjadi induk dari berbagai badan usaha di sektor migas seperti badan usaha urusan hulu mandiri, ada urusan hulu kerja sama, urusan hilir minyak dan hilir gas.

BUK akan dibentuk dan manajemennya ditunjuk pemerintah. Untuk dewan pengawas BUK akan ditunjuk DPR. Sejumlah BUMN dibawah badan usaha khusus sebagai induk holding akan menjalankan kegiatan operasional seperti biasa dan akan bertanggung jawab sepenuhnya kepada BUK.(RI)