PT Pertamina Hulu Energi (PHE), anak usaha PT Pertamina (Persero) di sektor hulu migas, belum lama berselang merayakan 10 tahun usianya. Kinerja produksi perusahaan tumbuh positif. Hal yang sama juga  terjadi pada kinerja keuangan yang cenderung tumbuh kendati pada  tahun tertentu, saat harga minyak mentah turun, terjadi pengurangan kinerja finansial.

Untuk mengetahui lebih jauh kondisi keuangan PHE dan proyeksi ke depannya, Dunia-Energi mewawancarai Direktur Keuangan dan Dukungan Bisnis PHE Ari Budiarko di kantornya, belum lama ini. Berikut petikannya.

 

Bagaimana kinerja keuangan PHE sepanjang satu dekade  usia perusahaan?

Kinerja PHE dalam 10 tahun terakhir tumbuh signifikan. Aset perusahaan tumbuh 35% kumulatif, rata-rata per tahun sepanjang 10 tahun terakhir. Untuk ekuitas, perusahaan tumbuh 8% CAGR (compound annual growth rate).  Untuk revenue dari 2008 hingga 2017 (masih anggaran), sekitar 7% peningkatannya.

Bagaimana dengan profitabilitas?

Untuk profitabilitas, sangat dipengaruhi harga minyak. Ini anomali, turun 10% rata-rata dalam 10 tahun terakhir. Kami pernah mencapai puncak laba bersih itu pada 2013 sebesar US$715 juta, ini sejalan dengan harga ICP (Indonesia Crude Price) saat itu. Memang di PHE dan industri hulu migas pada umumnya sangat sensitif dengan harga. Gejolak harga itu kita tidak bisa menentukan, mendikte harga begini. Kami harus efisien dalam pembiayaan.

Apa strategi efisiensi yang dijalankan PHE dari sisi biaya? 

Penurunan harga minyak yang signifikan mengharuskan PHE melakukan upaya untuk mempertahankan tingkat profitabilitas. Yang dilakukan adalah menjaga struktur keuangan perusahaan dengan memperbaiki debt to equity ratio (DER) untuk diperbaiki ke best practice-nya. Itu makronya. Operasi yang kami jalankan harus efisien. Strateginya adalah mempertahankan biaya operasi per satuan pada level yang kompetitif. Itu bukan berarti harus turun terus. Kompetitif itu artinya dibandingkan dengan  perusahaan lain itu lebih murah untuk menjalankannya. Cost per unitnya kompetitif. Menurunkan biaya itu tidak, tapi menjaga pada level yang kompetitif.  Kami sudah menyiapkan strategi yang lebih detail. Untuk  implementasi debt to equity, perusahaan menginginkan swap pada utang jangka panjang dengan holding, PT Pertamina (Persero).  Kami perbaiki debt to equity ratio itu dengan cara debt to equity swap. Artinya mengonversi utang jangka ke modal.

Industri migas memiliki risiko tinggi, terutama saat eksplorasi. Bagaimana kebijakan ini diimplementasikan dikaitkan dengan pembiayaan?

Betul, industry migas memiliki risiko tinggi, seperti kami mengebor di eksplorasi. Kami melakukan seismik itu tidak bisa mengharapkan 100% berhasil, tidak bisa. Artinya duit hilang.  PHE banyak melakukan eksplorasi, itu semua dibiayai dari modal, bukan utang. Tapi karena mekanisme dengan Pertamina itu, awalnya pinjam dulu. Inilah yang kemudian lama-lama menjadi besar. Sebagai fungsi keuangan, tentu hal ini tidak sehat. Agar sehat, semua harusnya menjadi modal. Untuk itu, kami akan melakukan debt to swap, konversi dari utang menjadi modal.

Berapa besar utang PHE ke Persero? 

Per Juni 2017, kurang lebih US$900 juta. Ini agak membengkak karena harga minyak. Minyak dari kami diserap ke kilang Pertamina. Pada waktu harga masih US$100 per barel, masih ke tutup. Masalahnya, harga minyak anjlok. Bahkan pada 2016, harga sampai di bawah US$30 per barel. Jadi volume produksi minyak naik terus, tapi nilainya anjlok. Biasanya kami bisa memperoleh hingga US$1 miliar lebih dengan volume produksi semua ke kilang. Nah, sekarang tinggal US$600 juta-US$700 juta. Karena itu, kemampuan kami membayar utang menjadi turun. Inilah mendorong PHE melakukan swap.

Kapan target PHE untuk menuntaskan proses debt to equity swap?

Kami targetkan tahun ini bisa tuntas.

Berapa besar utang yang akan di swap?

Eksplorasi itu gambling, jadi kami inventarisasi berapa eksplorasi yang berisiko tinggi yang membutuhkan pendanaan dari modal. Jadi mungkin yang akan kami swap sekitar US$300 juta-400 juta. Sebenarnya semakin banyak, semakin baik. Tapi persero mungkin punya hitungan lain.

Setelah konversi utang ke modal sekitar US$300 juta-US$400 juta diimplementasikan, DER PHE akan menjadi berapa?

Range-nya kan 30%, itu masuk. Di bawah 30%. Itu sudah masuk ke best practise. Saat ini kurang lebih 41%-42%. Ini akan bertambah lagi karena kami boleh berhenti mengebor. Eksplorasi itu kan harus jalan karena ini masa depan. Kami tidak punya minyak jika tidak eksplorasi. Jadi harus lakukan seismiksebelum  melakukan pengeboran.

Apa dampak debt to equity swap?

Dampaknya kalau utang sedikit, beban bunga sedikit. Itu akan menambah profit.

Berapa posisi beban bunga PHE sekarang?

Sekitar 6% per tahun kali US$900 juta, US$64 juta. Itu ke holding, tapi dianggap business to business.

Ada puluhan anak usaha PHE, kontribusi terbesar revenue dari anak usaha yang mana?

Blok Offshore North West Java (ONWJ) terbesar, disusul West Madura Offshore (WMO), Tomori, dan Corridor. Kami tidak operator di Corridor, tapi kami mendapat cukup besar.

Bagaimana proyeksi pertumbuhan profit anak usaha, di tengah proyeksi harga minyak ke depan?

Pada 2016 masih belum begitu tinggi, tidak sampai 10%. Saving kami bukan seperti perusahaan industri manufaktur. Kami menciptakan market sendiri. Di migas itu yang jelas pasar kita semua terserap. Problemnya, kalau produksi natural decline 15%, kalau tidak melakukan pengeboran dan pengembangan, ya akan turun. Dan profit akan turun. Seperti juga produksi yang diproyeksi naik tipis, harga minyak pun 2017 juga akan sama, naik tipis dibanding tahun sebelumnya. Harga minyak jatuh kan pada pertengahan 2014, terendah 2016. Pada 2017, rata-rata US$40 per barel. Pada 2018 diperkirakan bergerak sekitar US$50 per barel. Jadi untuk profit, kami tidak bisa menargetkan terlalu tinggi. Kalau produksinya naik sekitar 2-3%, profitnya kita proyeksikan naik 5%.

Apa yang dilakukan PHE terkait efisiensi di sektor keuangan?

Strategi efisiensi. Itu adalah implementasi pola organisasi, self service organization (SSO). Itu dalam jangka panjang. SSO itu di launching 1 Februari 2017. Sekarang dalam proses transisi. Ini nanti harapan direksi, pengehamatan melalui pola SSO ada keseragaman. Keseragaman penanganan maupun keseragaman policy. Jadi dari level bawah itu sudah ada standar. Blok bertambah, tidak perlu menambah orang. Tidak perlu menambah banyak orang sehingga bisa ditangani orang-orang yang sudah ada. SSO itu dari masing-masing punya perangkat lengkap, terus disatukan perangkat yang sejenis. Yang sama disatukan, yang punya kompetensi sama disatukan untuk melayani semua kesatuan.  (dr/alf/es/as)