JAKARTA – Pemerintah akhirnya memutuskan ikut membangun kilang bahan bakar minyak (BBM) sekaligus pabrik petrokimia, dengan kebutuhan dana mencapai Rp 90 triliun. Sebagai langkah awal, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013 akan diusulkan untuk disisihkan sebesar Rp 1 triliun, guna melakukan studi kelayakan.

Rencana pemerintah itu diungkapkan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Evita Herawati Legowo, usai mengikuti Sidang Kabinet Terbatas yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Pusat PT Pertamina (Persero) Jl Medan Merdeka Timur, Jakarta, Selasa, 7 Agustus 2012.

Evita mengatakan, pemerintah akan mengalokasikan dana yang bersumber dari APBN 2013, untuk studi kelayakan pembangunan kilang pengolahan BBM berkapasitas 300.000 barel per hari. Dana itu akan digunakan untuk studi kelayakan proyek kilang, yang akan dibangun sendiri oleh pemerintah.

Ia memperkirakan, kebutuhan untuk studi kelayakan kilang pemerintah itu mencapai Rp1 triliun. Sedangkan kebutuhan total untuk membangun kilang BBM sekaligus pabrik petrokimia, diperkirakan mencapai Rp 90 triliun.

Evita menambahkan, untuk dapat menggunakan dana APBN 2013 itu, pemerintah akan meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “Kami berharap DPR setuju,” ujarnya. Jika disetujui, pemerintah akan mengusulkan pengalokasian dana APBN setiap tahun untuk membiayai pembangunan kilang, hingga kilang yang dibangun dapat beroperasi sesuai target pada 2019.

Ia pun menerangkan, pembangunan kilang oleh pemerintah itu paralel dengan rencana Pertamina membangun dua kilang baru, masing-masing berkapasitas 300.000 barel per hari, dengan menggandeng Saudi Aramco dan Kuwait Petroleum. Setelah selesai, kilang akan dioperasikan Pertamina.

“Jadi, kami rencanakan membangun tiga kilang dengan total kapasitas 900.000 barel per hari untuk memenuhi kebutuhan BBM nasional,” ujarnya. Untuk lokasinya, menurut Evita sedang dipertimbangkan di Sumatera, Jawa Timur, atau Kalimantan.

Ia menambahkan, pertimbangan lokasi kilang antara lain ketersediaan tanah minimal 500 hektar yang sudah tidak bermasalah, serta kemudahan keluar – masuk akses bahan baku dan produk.