Tambang emas dan tembaga PT Newmont Nusa Tenggara.

Tambang emas dan tembaga PT Newmont Nusa Tenggara.

JAKARTA – Menteri Keuangan Chatib Basri dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan kompak tetap akan melanjutkan pembelian 7% saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) Tahun 2010. Terkait hal ini, Direktur Utama PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, Tato Miraza menyatakan masih “wait and see”.   

Ditemui di Jakarta, Selasa, 16 Juli 2013, Tato mengatakan Antam saat ini sedang fokus pada proyek-proyek besar menuju hilirisasi pengelolaan mineral hasil tambangnya. Diantaranya penyelesaian proyek Chemical Grade Alumina (CGA) Tayan, peningkatan kapasitas dan efisiensi pabrik feronikel di Pomalaa, pembangunan pabrik feronikel (FeNi) III di Halmahera, dan proyek Smelter Grade Alumina (SGA).

“Kalau untuk membeli 7 persen saham divestasi Newmont senilai USD 280 jutaan, belum menjadi prioritas utama kami. Meski Pak Dahlan sudah memberikan sinyal, kami masih akan lihat situasi, lebih baik wait and see (tunggu dan lihat, red) dulu,” ujarnya. 

Perkembangan terakhir, setelah cukup lama tertunda, Menteri Keuangan Chatib Basri dan Menteri BUMN Dahlan Iskan, menyatakan akan melanjutkan rencana Pemerintah Pusat, membeli 7% saham divestasi PTNNT 2010. Chatib bahkan berniat kembali melobi Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk merestui niat pemerintah itu.

Sejauh ini, hanya Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa yang berbeda sikap. Hatta justru cenderung mendorong agar sisa saham divestasi perusahaan tambang emas dan tembaga yang beroperasi di Sumbawa Barat itu, untuk dibeli pemerintah daerah (pemda). “Saya tidak bilang Bakrie atau siapa, tapi pemda,” tutur Hatta pekan lalu.

Sikap Hatta itu pun sempat dikomentari Dahlan Iskan. Menurut Dahlan, harga saham divestasi PTNNT itu cukup mahal, dan mustahil pemda memiliki dana sejumlah yang dibutuhkan. Menurut Dahlan, kalau pemda membeli saham perusahaan tambang semahal itu, tentu ada “sponsor”-nya.

Upaya pembelian 7% saham divestasi PTNNT Tahun 2010 oleh Pemerintah Pusat sebenarnya sudah tiga perempat jalan. Melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP), pemerintah sudah menandatangani perjanjian jual beli dengan pemegang saham asing PTNNT. Langkah itu terganjal penolakan DPR, yang melarang dana PIP digunakan untuk membeli saham PTNNT.

PIP pun empat membawa perkara itu ke Mahkamah Konstitusi (MK) tahun lalu. Ternyata, MK juga memutuskan PIP harus minta restu DPR. Bergulir kemudian wacana agar pembelian saham divestasi PTNNT itu melalui BUMN. Jika rencana ini dijalankan, maka BUMN pertambangan yang paling mungkin mendapat tugas itu adalah Antam.    

Antam sempat berniat ikut memiliki PTNNT, saat 24% saham divestasi perusahaan itu tahun 2006, 2007, 2008, 2009 ditawarkan pada 2010. Bahkan saat itu Antam sempat melakukan uji kelayakan ke tambang Batu Hijau yang dikelola PTNNT, dan ikut menawar harga.

Antam menghentikan langkahnya, saat mendapat penolakan yang kuat dari tiga pemerintah daerah (pemda) di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang juga ingin memiliki 24% saham itu. Diketahui saat itu tiga pemda di NTB sudah menjalin kongsi dengan PT Multicapital (anak usaha Grup Bakrie). Saat 7% saham divestasi PTNNT tahun 2010 ditawarkan, Antam menyatakan sudah tidak lagi berminat.

Padahal hampir semua pakar dan analis pertambangan menilai, yang paling tepat mewakili Pemerintah Pusat untuk menguasai saham divestasi perusahaan tambang asing khususnya PTNNT adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor pertambangan. Terutama Antam yang sudah berpengalaman dalam penambangan dan pengolahan mineral.

(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)