JAKARTA – Hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) tiga BUMN, di sektor pertambangan,  PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Timah Tbk (TINS) menyetujui perubahan Anggaran Dasar Perseroan terkait perubahan status dari persero menjadi non-persero, Rabu (29/11). Langkah tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan modal Negara ke dalam modal saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum. Dengan begitu, Inalum resmi menjadi induk usaha, (holding) BUMN tambang dan menaungi tiga BUMN tambang lainnya.

“Dengan masuknya tiga BUMN otomatis aset Inalum naik dari Rp 21 triliun menjadi Rp 88 triliun,” ujar Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama Inalum di Jakarta (29/11).

Berdasarkan PP tersebut sebanyak 15.619.999.999 saham seri B milik negara di  Antam dialihkan kepada Inalum sebagai tambahan penyertaan modal negara. Dengan demikian sesuai PP 47/2017 saham Seri B Antam  akan dimiliki Inalum sebanyak 65% dan publik 35%. Untuk saham Seri A Antam yang merupakan saham pengendali tetap dimiliki negara.
Arie Prabowo Ariotedjo, Direktur Utama Antam, mengatakan bagi Antam, holding BUMN pertambangan akan memperkuat posisi perusahaan dalam rangka penciptaan nilai tambah dan optimalisasi cadangan mineral.
“Antam akan bersinergi dengan Inalum, Timah, dan Bukit Asam untuk bersama-sama menjalankan strategi investasi, eksplorasi, pengembangan sumber daya manusia, serta pengembangan dan penelitian,” kata  Arie.
Sementara itu, sebanyak 4.841.053.951 saham Seri B milik  Timah atau 65%, dialihkan kepada Inalum sebagai tambahan penyertaan modal negara dan saham Seri A PT Timah Tbk yang merupakan saham pengendali tetap dimiliki negara.
“Efisiensi akan menciptakan kinerja keuangan menjadi lebih baik. Dengan bersatu (menjadi holding), kemampuan skill SDM juga membaik karena kami akan sharing knowledge,” jelas Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Direktur Utama Timah.
Berbeda dengan Antam dan  Timah, agenda utama RUPSLB Bukit Asam mencakup tiga hal, yakni persetujuan perubahan Anggaran Dasar Perseroan terkait perubahan status Perseroan dari Persero menjadi Non-Persero sehubungan dengan PP 47/2107 tentang Penambahan Penyertaan modal Negara Republik Indonesia kedalam Modal Saham Inalum (Persero), Persetujuan Pemecahan Nominal Saham (stock split) dengan mengubah ketentuan pasal 4 Anggaran Dasar Perseroan, dan Perubahan susunan Pengurus Perseroan.
Sesuai PP 47/2017, sebanyak 1.498.087.499 saham Seri B milik PT Bukit Asam Tbk, atau sebanyak 65,02%, dialihkan kepada Inalum sebagai tambahan penyertaan modal negara dan saham Seri A Bukit Asam yang merupakan saham pengendali tetap dimiliki negara.
“Dengan adanya holding ini, tentu akan mempercepat visi Bukit Asam menjadi perusahaaan energi kelas dunia ke depan. Dengan sinergi, masing-masing perusahaan anggota holding saling support untuk menjadi yang terbaik,” ujar Arviyan Arifin, Direktur Utama Bukit Asam
Dengan beralihnya saham pemerintah ke Inalum, ketiga perusahaan tersebut resmi menjadi anggota Holding BUMN Industri Pertambangan, dengan Inalum sebagai induknya (Holding).
Sesuai dengan PP 72 Tahun 2016, meski berubah statusnya, ketiga anggota holding itu tetap diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal-hal yang sifatnya strategis. Negara memiliki kontrol terhadap ketiga perusahaan itu, baik secara langsung melalui saham Seri A Dwi Warna, maupun tidak langsung melalui Inalum.
Pembentukan Holding BUMN Industri Pertambangan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas usaha dan pendanaan, pengelolaan sumber daya alam mineral dan batubara, peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi dan meningkatkan kandungan lokal, serta efisiensi biaya dari sinergi yang dilakukan.
Dalam jangka pendek, holding baru ini akan segera melakukan serangkaian aksi korporasi, di antaranya pembangunan pabrik smelter grade alumina di Mempawah, Kalimantan Barat, dengan kapasitas sampai dengan 2 juta ton per tahun, pabrik feronikel di Buli, Halmahera Timur, berkapasitas 13.500 ton nikel dalam feronikel per tahun, dan pembangunan PLTU di lokasi pabrik hilirisasi bahan tambang sampai dengan 1.000 MW.
Dalam jangka menengah holding BUMN Industri Pertambangan akan terus melakukan akuisisi maupun eksplorasi wilayah penambangan, integrasi, dan hilirisasi. Sementara dalam jangka panjang, holding ini akan masuk sebagai salah satu perusahaan yang tercatat dalam 500 Fortune Global Company. (RA)