JAKARTA – PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara, dua pemegang kontrak karya pertambangan, pada 2016 telah membayar bea keluar konsentrat sebesar Rp2,5 triliun pada 2016. Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mencatat, Amman Mineral yang sebelumnya bernama PT Newmont Nusa Tenggara membayarkan bea keluar lebih besar dibanding Freeport yakni sebesar Rp1,25 triliun dan Freeport membayar bea keluar Rp1,23 triliun pada tahun lalu.

“Untuk 2017, kami masih akan menunggu kelanjutan kebijakan terkait ekspor bahan konsentrat dari Kementerian ESDM, termasuk kepastian atas usulan tarif bea keluar 10 persen,” kata Heru Pambudi, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan di Jakarta seperti dikutip Antara.

Menurut Heru, dengan ada ketegasan terkait tarif bea keluar tersebut, potensi tambahan penerimaan dari ekspor konsentrat atau mineral mentah bisa dihitung.

“Kami coba rapatkan dulu, kalau 10 persen belum tahu. Nanti baru kami tindak lanjuti untuk mekanisme selanjutnya terkait tarif dan kuotanya,” kata dia.

Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebelumnya mengusulkan kepada Kementerian Keuangan agar menetapkan bea keluar untuk ekspor konsentrat atau mineral mentah sebesar 10 persen.

“Tetap ada biaya keluar, kami usulkan maksimum paling tidak 10 persen, asalkan ekspor konsentrat sesuai aturan berlaku,” kata Jonan ketika menggelar jumpa pers di Kementerian ESDM.

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1/2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dengan revisi tersebut perusahaan tambang tetap dapat melakukan ekspor konsentrat, hanya saja harus mengubah perizinan dari kontrak karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus.

Saat ini, ekspor konsentrat dikenakan biaya bea keluar sebesar 5 persen, selanjutnya usulan tarif terbaru akan diserahkan dan dikaji sepenuhnya kepada Kementerian Keuangan.(AT)