JAKARTA– Peningkatan penerimaan negara dari PT Freeport Indonesia, anak usaha Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, perusahaan tambang tembaga salah satu terbesar di dunia, dinilai wajar karena menjadi salah satu butir dalam negosiasi perubahan status Freeport dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Bambang Gatot Aryono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan peningkatan penerimaan negara merupakan amanat Undang-undang (UU) No 4 Tahun 1999 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

“Kontak Freeport kan sejak akhir 1960-an, kontrak 1971 berlaku sampai sekarang. Ini sudah 40 tahun lebih. Pemerintah berharap suatu kebaikan. Peningatan (penerimaan negara itu wajar,” kata Bambang.

Menurut dia, setoran Freeport selama ini kalah besar jika dibandingkan kontribusi BUMN. Namun, dia tidak membeberkan besaran penerimaan negara tersebut.

“Penerimaan negara yang diinginkan pemerintah tentunya mempertimbangkan kondisi perusahaan,” katanya. Bambang enggan menjelaskan besaran penerimaan negara yang diinginkan pemerintah.

Freeport mulai produksi tembaga di tambang Ertsberg pada 1971. Kontrak karya berlaku selama 30 tahun dihitung sejak awal produksi. Sebelum kontrak perusahaan berakhir pada 2001, Freeport menemukan cadangan baru di Grasberg pada 1985. Berdasarkan temuan itu Freeport kemudian mengajukan perpanjangan kontrak karya pada 26 tahun lalu selama 20 tahun.

Richard C Adkerson, Chief Executive Officer Freeport-McMoRansebelumnya mengungkapkan Freeport Indonesia berkontribusi lebih dari US$ 60 miliar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sejak 1992. Dalam lima tahun terakhir Freeport Indonesia memberi manfaat langsung kepada pemerintah sebesar US$ 2,8 miliar serta gaji, pembelian domestik, dan reinvestasi total sebesar US$ 16 miliar.

Menurut dia, sejak Kontrak Karya diteken pada 1991 total manfaat langsung yang diterima pemerintah mencapai US$ 16,565 miliar. Rinciannya, setoran pajak-pajak sebesar US$ 13,1 miliar, kemudian royalti/bea sebesar US$ 2,1 miliar dan deviden sebesar US$ 1,2 miliar.(RA)