Dirut Antam

Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk, Alwinsyah Lubis.

JAKARTA – Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (Antam) Alwinsyah Lubis menilai, 7% saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) bernilai sangat strategis bagi Pemerintah Indonesia. Keterlibatan Pemerintah Pusat di kepemilikan saham perusahaan tambang tembaga dan emas itu amat penting, guna mengontrol kinerja dan optimalisasi hasil-hasilnya untuk penerimaan negara.

“Banyak yang bilang untuk apa Pemerintah Pusat masuk membeli saham PTNNT, wong cuma 7%. Tapi menurut saya, meski kelihatannya kecil, namun berarti sangat strategis bagi pemerintah. Sama halnya dengan kepemilikan saham di PT Freeport Indonesia sebesar 9%,” ujar Alwin di Jakarta, Selasa, 7 Agustus 2012.

Maka dari itu, ia mengaku mendukung langkah Pemerintah Pusat untuk memperjuangkan pembelian 7% saham divestasi tahap akhir PTNNT, senilai USD 246,8 juta itu. Namun jika saham divestasi tahun 2010 itu ditawarkan ke Antam, menurut Alwin sudah tidak strategis lagi dengan rencana pengembangan Antam ke depan.

“Tapi kita tidak mungkin lagi kita ambil (7% saham divestasi PTNNT) itu. Harganya cukup mahal, sementara masih banyak kebutuhan dana untuk membiayai proyek-proyek strategis Antam yang sudah mulai berjalan,” tukasnya.

Alwin juga menolak berspekulasi, soal kemungkinan Antam kembali ditugaskan pemerintah untuk membeli 7% saham divestasi tersebut. Termasuk jika yang ditugaskan adalah sindikasi BUMN pertambangan (Antam, PT Timah Tbk, dan PT Bukit Asam Tbk).

Wacana pemerintah bakal menugaskan BUMN pertambangan untuk membeli 7% saham divestasi PTNNT kembali muncul, pasca putusan Mahkamah Konstitusi yang mensyaratkan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) meminta restu DPR untuk membeli saham tersebut. Padahal diketahui, sejak awal DPR sangat menentang langkah pemerintah membeli 7% saham divestasi PTNNT tahun 2010.

Antam sempat berniat ikut memiliki PTNNT, saat 24% saham divestasi perusahaan itu tahun 2006, 2007, 2008, 2009 ditawarkan pada 2010. Bahkan saat itu Antam sempat melakukan uji kelayakan ke tambang Batu Hijau yang dikelola PTNNT, dan ikut menawar harga.

Antam menghentikan langkahnya, saat mendapat penolakan yang kuat dari tiga pemerintah daerah (pemda) di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang juga ingin memiliki 24% saham itu. Diketahui saat itu tiga pemda di NTB sudah menjalin kongsi dengan PT Multicapital (anak usaha Grup Bakrie). Saat 7% saham divestasi PTNNT tahun 2010 ditawarkan, Antam menyatakan sudah tidak lagi berminat.

Padahal hampir semua pakar dan analis pertambangan menilai, yang paling tepat mewakili Pemerintah Pusat untuk menguasai saham divestasi perusahaan tambang asing khususnya PTNNT adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor pertambangan. Terutama Antam yang sudah berpengalaman dalam penambangan dan pengolahan mineral.