JAKARTA – Pengembangan Blok Masela kembali berpotensi molor akibat belum tercapainya kesepakatan antara pemerintah dan Inpex Corporation menyangkut insentif. Salah satu insentif adalah peningkatan kapasitas produksi. Inpex sebagai kontraktor menghendaki kapasitas produksi ditingkatkan menjadi 9,5 metrik ton per annum (MTPA) gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) dan 150 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) gas pipa. Namun pemerintah hanya menawarkan produksi sebesar 7,5 MTPA LNG dan 474 MMSCFD yang diperuntukan untuk gas pipa.

Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan kontraktor sudah menyetujui penawaran pemberian insentif dari pemerintah, namun untuk penambahan kapasitas harus menunggu kajian.

“Ini tergantung studinya, apakah dalam studi enam bulan itu bisa menunjukkan adanya minat bangun industri hilir disana,” kata Jonan saat ditemui sesuai menyaksikan penandatanganan pengadaan barang dan jasa Kementerian ESDM, Kamis (26/1).

Menurut Jonan, jumlah kapasitas produksi yang dikehendaki, baik oleh pemerintah maupun kontraktor pada dasarnya sama. Namun yang harus diperhatikan adalah ketersediaan penyerapan gas pipa yang dialokasikan.
Kementerian Perindustrian sudah meminta alokasi gas dan untuk menindaklanjutinya diperlukan studi kelayakan sambil menunggu komitmen pasti penyerapan gas Masela.

“Itu sama sebenarnya 10,5 MTPA. Tinggal dipilih mau 7,5 plus 474 MMSCFD atau 9,5 plus 150 MMSCFD. Jadi studi sekalian tunggu komitmen. Kalau gas pipa disediakan tapi tidak ada yang bangun disana buat apa,” kata Jonan.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, sebelumnya menegaskan alokasi gas pipa sebesar 474 MMSCFD yang diminta pemerintah diharapkan bisa memberikan nilai tambah kepada masyarakat dengan pertumbuhan sektor industri. Salah satunya adalah industri petrokimia.

“Sekarang coba cari ada tidak kita bisa hasilkan petrokimia jenis polypropeline dan polyethyline. Kita mau industri itu ada di Indonesia, ” kata Arcandra.

Selain penambahan kapasitas produksi, insentif lainnya yang ditawarkan ke kontraktor adalah pemberian masa perpanjangan pengelolaan selama tujuh tahun serta penggantian biaya eksplorasi sebesar US$ 1,2 millar setelah melalui proses audit. “Lainnya sudah disepakati akan difinalisasi segera dalam bentuk kontrak dan dibikin PoD-nya,” kata Jonan.(RI)