JAKARTA – Aktivitas ship to ship (STS) transfer bongkar muat batu bara di pelabuhan Muara Berau, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur kembali terhenti. Unjuk rasa dari kelompok nelayan yang mengatasnamakan Rukun Nelayan Muara Badak sejak 13 Mei 2018 pukul 10.20 WITA sampai Rabu (16/5) telah menyebabkan sekitar 28 vessel batu bara di pelabuhan Muara Berau menghentikan aktivitas pemuatan (loading).

“Belum ada tindakan nyata dari aparat pemerintah untuk menghentikan unjuk rasa tersebut,” kata Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), Rabu (16/5).

Kelompok nelayan yang berdemonstrasi menuntut adanya kompensasi dari perusahaan pertambangan batu bara terkait kerugian kelompok nelayan akibat

aktivitas bongkar muat yang dilakukan oleh kapal-kapal berukuran besar di Muara Berau yang mengganggu aktivitas pencaharian mereka.

Menurut Hendra, pada dasarnya perusahaan anggota APBI-ICMA yang menggunakan STS Muara Berau telah melakukan aktivitas sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak ada pelanggaran sehubungan dengan aktivitas bongkar muat yang dilakukan. Oleh karena itu, terkait dengan kompensasi yang diminta oleh nelayan, perusahaan anggota APBI-ICMA tidak dapat memenuhi tuntutan tersebut karena tidak ada aturan yang dilanggar oleh perusahaan.

“Aksi unjuk rasa yang dilakukan para nelayan telah menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi perusahaan pertambangan batu bara, khususnya bagi perusahaan di Provinsi Kalimantan Timur,” kata Hendra.

Penundaan kegiatan bongkar muat di Muara Berau tersebut telah menghambat kegiatan penjualan batu bara untuk keperluan domestik dan ekspor yang dapat menimbulkan potensi biaya demurrage dan tidak terpenuhinya kebutuhan batubara domestik dan ekspor, khususnya kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik.

Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia-Indonesian Coal Mining 3 Association (APBI-ICMA) sebagai perwakilan dari perusahaan pertambangan batu bara Indonesia telah mengajukan permohonan tertulis terkait pemindahan kegiatan ship to ship (STS) transfer batu bara dari Pelabuhan Muara Berau ke Pelabuhan Muara Jawa. Permohonan resmi tersebut ditujukan langsung kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut Republik Indonesia.

APBI-ICMA berharap agar pihak KSOP Samarinda dapat segera mengeluarkan surat kondisi “force mejeure” sejak terhentinya aktifitas STS Muara Berau dan melaporkan insiden tersebut ke aparat yang berwenang untuk menindak secara tegas perbuatan para pendemo yang melanggar hukum.

“Kami juga berharap pemerintah dapat segera memberikan solusi terbaik untuk dapat menyelesaikan konflik berkepanjangan yang terjadi antara perusahaan pertambangan batu bara dan kelompok nelayan yang bersangkutan,” kata Hendra.(RA)