JAKARTA – Pemerintah mengaku sedang mempersiapkan Peraturan Presiden (Perpres) yang berisi penugasan kepada PT Pertamina (Persero) untuk membangun kilang. Dalam beleid baru tersebut akan diatur berbagai fasilitas untuk Pertamina agar dapat menjalankan tugas tersebut seperti pendanaan dan insentif pajak.

Menurut  Deputi bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kementerian Koordinator Perekonomian Montty Giriana, ada beberapa opsi fasilitas yang disiapkan untuk Pertamina membangun kilang seperti garansi pinjaman, Penyertaan Modal Negara (PMN). “Namanya penugasan pasti akan dikasih fasilitas. Tapi nanti kita lihat apa fasilitasnya,” kata dia, di Jakarta, Senin (23/11).

Namun, Montty berharap Pertamina tidak membutuhkan fasilitas tersebut karena pinjaman langsung dari lembaga multilateral sudah bisa langsung masuk ke perusahaan plat merah.  “Pinjaman dari multilateral sekarang bisa langsung masuk ke BUMN tanpa lewat subsidiary loan agreement,” ujarnya.

Selain fasilitas, Montty menjelaskan  Perpres itu juga mengatur tentang skema pembangunan kilang. Menurutnya, skema pertama pembangunan kilang bisa dilakukan dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) , investasi swasta, atau kerjasama. Skema kedua, menugaskan Pertamina untuk membangun kilang tersebut. “Kalau Pertamina melakukan kerjasama, maka Pertamina ditugasi sebagai offtaker,” tuturnya.

Untuk insentif pajak, Montty belum bisa memastikan berapa besarannya maupun jangka waktu yang diberikan karena persoalan ini harus dibicarakan dengan Kementerian Keuangan.

Kilang-kilang di Indonesia sebagian besar sudah berumur 20 hingga 30 tahun. Akibatnya, produk olahan bahan bakar minyak (BBM) yang dihasilkan lebih mahal dibanding produk impor. Abadi Poernomo, anggota Dewan Energi Nasional (DEN), mengatakan peningkatan kapasitas dan kemampuan kilang (upgrading) dengan teknologi yang lebih baik akan membuat kilang lebih efisiensi dan produknya berupa BBM bisa lebih murah.

“Ini terkait erat dengan produk akhir berupa BBM yang lebih baik dan bisa lebih murah. karena jika dilihat sekarang ini sebenarnya harga BBM hasil olahan dalam negeri dengan harga BBM yang diimpor itu lebih murah yang berasal dari impor,” ungkap Abadi, Sabtu. Akibat memiliki dan mengelola kilang yang sudah sangat marginal, Pertamina  justru tidak mendapat keuntungan.

Kilang-kilang Pertamina saat ini memiliki Nielsen Index Complexity (NCI) yang relatif rendah, yaitu rata-rata 5-6. Perseroan melalui program dan proyek peningkatan kapasitas kilang menargetkan meningkatkan NCI menjadi rata-rata 9. Bahkan, untuk kilang Refinery IV Cilacap sebelum beroperasinya unit Residuel Fluid Catalytic Cracker (RFCC) nilai NCI masih di level 3 sehingga kandungan residunya cukup tinggi.

NCI kilang Pertamina akan meningkat secara bertahap seiring mulai dengan masuknya RFCC, lalu Program Langit Biru Cilacap, dan dilanjutkan dengan RDMP yang head of agreement (HoA)-nya akan segera ditandatangani antara Pertamina dan Saudi Aramco pada bulan ini.(AT)