BALANGAN – PT Adaro Energy Tbk (ADRO) melalui anak usahanya PT Adaro Indonesia menargetkan  reklamasi lahan tambang batu bara di wilayah Tabalong, Kalimantan Selatan pada tahun ini mencapai 2.250 hektar (ha). Pada 2018, Adaro menargetkan areal yang bisa dikonservasi seluas 750 hektar.

Rizki Dartaman, General Manager External Relation Adaro Indonesia, mengungkapkan tahun ini sebenarnya Jaminan Reklamasi yang disepakati dengan pemerintah seluas 310 hektar, namun internal Adaro menargetkan lahan yang direklamasi dua kali lipat dari yang telah disepakati yakni seluas 750 hektar.

Sejak 2010 Adaro Indonesia telah mereklamasi paling tidak 1.500 hektar, sehingga jika target internal perusahaan tercapai maka total lahan yang direklamasi akan mencapai 2.250 hektar.

“Jaminan reklamasi dari pemerintah 310 hektar, tapi dari internal Adaro target bisa 750 hektar total yang harus direklamasi pada 2018, itu antara lain perbaiki sedimentasi, longsoran. Revegetasi sampai sekarang sudah 1.500 hektar dari 2010 yang sudah ditanami,” kata Rizki saat ditemui di wilayah tambang Adaro Indonesia, Balangan, Kalimantan Selatan (10/8).

Adaro di area Balangan memiliki area khusus atau nursery seluas dua hektar.  Area tersebut dilakukan pembibitan untuk dipersiapkan untuk reklamasi lahan. Kapasitas mencapai 70 ribu – 130 ribu bibit yang bisa diolah dan disiapkan untuk ditanam.

Setiap bulannya nursery Adaro menargetkan ketersediaan 10 ribu-30 ribu bibit yang siap untuk ditanam.

Menurut Rizki, bibit tersebut tidak hanya diperuntukkan untuk lahan bekas tambang Adaro, sebagian disalurkan ke instansi pemerintah dan sekolah untuk keperluan penanaman pohon di luar area tambang Adaro.

Untuk jenis pohon, mencakup Sengon laut, Sengon merah, Sengon buto, Sepatu dea, Kaliandra, Trambesi.

Rizki mengatakan, proses reklamasi bermula sejak awal mula menggali tanah area tambang. Setelah digali tanah bagian atas yakni lapisan top soil atau tanah subur dipisahkan dan dikumpulkan. Kemudian tanah hasil galian berupa overburden akan ditempatkan di sekitar penambangan. Lalu kemudian dilapisi dengan tanah yang tergolong top soil. Idealnya 2-3 meter dari atas permukaan. Lalu tanah overburden dipindah lagi ke lokasi lain, setelah itu ada desain final dilapis dengan top soil.

“Dalam regulasi idealnya diatas 75% dari seluruh area yang direklamasi. Misalkan areal reklamasi dilapisi top soil diatasnya itu mengcover 75%,” ungkap dia.

Untuk void atau lokasi tambang nantinya bisa dikelola lagi untuk menjadi sumber air budidaya ikan

Rizki menuturkan karena proses penambangan masih berlangsung maka konservasi dilakukan tidak hanya dengan melalukan penanaman disekitar area galian tambang yang terdampak aktivitas penambangan, namun juga di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS).

“Karena Adaro masih berlangsung (penambangan), jadi direklamasi dilakukan di DAS. Kalau void satu hektar  di konservasi di DAS dua hektar, jadi 2:1. Reklamasi DAS tidak hanya sekitar area tambang, tapi juga sungai Barito karena transportasi batu bara  melalui sungai,” tandas Rizki.

Data Kementerian Energi dan air Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan  reklamasi bekas lahan tambang terus ditingkatkan. Target lahan yang direklamasi pada tahun ini mencapai  6.900 hektar, sementara realisasinya baru mencapai 1.689,5 hektar.(RI)