JAKARTA – Lelang Wilayah Kerja (WK) minyak dan gas reguler tahap I 2018 yang tidak menghasilkan satu pemenang pun menunjukkan ada masalah fundamental di industri migas. Tidak adanya satu perusahaan pun yang mengembalikan dokumen lelang WK migas hanya mengkonfirmasi kembali bahwa iklim investasi hulu migas di Indonesia belum kondusif.

Pri Agung Rakhmanto, Ketua I Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), mengatakan tidak spesifik karena gross split, namun skema kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) baru tersebut menambah faktor ketidakpastian bagi iklim investasi hulu migas.

“Ketika harga minyak sudah pulih pun sejak awal 2017 lalu, iklim investasi hulu migas kita masih tetap belum menarik dan kompetitif dibanding di negara-negara lain. Investor cenderung masih wait and see, meskipun pemerintah sudah merevisi gross split yang ada,” kata Pri Agung kepada Dunia Energi, Kamis (26/7).

 

Menurut Pri, untuk dapat menarik investasi dibutuhkan kepastian hukum sebagai wujud penghormatan terhadap kontrak yang berlaku, kepastian fiskal dan hitungan keekonomian. Serta kemudahan birokrasi dan perizinan di tingkat operasional dan proses bisnisnya. “Satu hal fudamental yang mempengaruhi ketiganya dan harus segera dibereskan adalah UU Migas. Butuh segera UU migas baru untuk memberikan kepastian dan kemudahan berusaha,” tegas Pri.

Pemerintah, lanjut dia,  jangan terlalu sering mengutak-atik instrumen fiskal dan keekonomian, seperti halnya gross split. Hal itu akan menambah ketidakpastian baru yang akan membuat investor wait and see.

Menurut Pri, kondisi data migas yang minim bukanlah barang baru, melainkan sudah terjadi lama. Menyalahkan kondisi data yang tidak maksimal tidak tepat. Untuk itu, pemerintah harus sudah menyadari hal ini dan memperbaiki data yang ada sebelum WK migas ditawarkan.

“Masalah kualitas data memang ada, tapi itu juga sudah sejak lama. Itu kan domain pemerintah sendiri yang bisa meng-upgrade,” kata Pri Agung.

Pemerintah sebelumnya menuding keterbatasan data dan waktu untuk evaluasi menjadi penyebab tidak adanya perusahaan yang mengembalikan dokumen lelang, meski tujuh perusahaan sempat mengambil dokumen.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, mengakui kondisi data migas Indonesia minim lantaran keterbatasan dana yang dianggarkan untuk melalukan berbagai survei guna melengkapi data. “Anggaran terbatas kan terbatas kalau di Kementerian ESDM,” kilah Arcandra.(RI)