JAKARTA – Pemerintah  telah menawarkan sejumlah insentif untuk menarik investor mengembangkan proyek-proyek panas bumi. Hal ini dilakukan untuk mengejar target bauran energi dari energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025.

Yunus Saefulhak, Direktur Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan insentif tersebut merupakan bentuk dukungan pemerintah terhadap pemanfaatan energi panas bumi sebagai sumber energi baru terbarukan secara maksimal.

“Pokoknya, banyak insentifnya . Tinggal pengusahanya berani, serius atau tidak, punya duit atau tidak. Soalnya, investasinya besar dan beresiko tinggi,” kata Yunus kepada Dunia Energi, Kamis (14/7).

Yunus menuturkan insentif fiskal yang ditawarkan pemerintah, antara lain pembebasan bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor, tax allowance untuk PPh 30% selama enam tahun dari biaya investasi; loss carry forward hingga 10 tahun,  depresiasi yang dipersingkat dan pengurangan pajak atas dividen. Selain itu,  saat ini sedang diajukan pengurangan PBB tahap ekplorasi  menunggu tanda tangan Menteri Keuangan (Menkeu).

“Sedangkan terkait insentif non fiskal adalah berupa jaminan pemerintah yang tertuang dalam Surat Jaminan Kelyakan Jaminan Kelayakan Usaha(SJKU) PLN oleh Kemenkeu,” katanya.

Menurut Yunus, dukungan lain dari pemerintah dapat berupa regulasi yang memberikan kepastian usaha hulu hilir, serta memberikan kesempatan kepada badan usaha untuk berpartisipasi dari awal pengembangan panas bumi melalui penugasan survei pendahuluan plus eksplorasi.

“Pemerintah juga memberikan acuan harga listrik panas bumi yang memenuhi keekonomian proyek, pelayanan perizinan terpadu satu pintu PTSP di BKPM. Dan, proaktif dalam memfasilitasi penyelesaian kendala dalam pengembangan panas bumi,” ungkap Yunus.

Abadi Purnomo, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), mengatakan pada dasarnya banyak pelaku usaha yang berminat untuk mengembangkan energi panas bumi.

“Badan usaha banyak yang tertarik dal pengusahaan panas bumi di Indonesia. Untuk birokrasi, kondusif. Pemerintah telah mengkaji seluruh regulasi dan dicoba disederehanakan,” ujarnya kepada Dunia Energi.

Indonesia tercatat memiliki 40% dari potensi panas bumi dunia. Namun, hingga kini pengembangannya baru mencapai 1.438,5 megawatt (MW) dari sembilan wilayah kerja panas bumi (WKP) yang telah beroperasi yaitu Sibayak dengan kapasitas 12 MW, Ulubelu 110MW, Gunung Salak 377 MW, Patuha 282 MW, Kamojang-Darajat 505MW, Dieng 60 MW, Lahendong-Tompaso 80 MW dan Ulumbu 10 MW.(RA)