JAKARTA – Pasca keputusan Presiden Joko Widodo untuk membangun kilang LNG di darat, maka sudah menjadi hal yang mutlak bagi semua pihak untuk dapat melaksanakan pengembangan Blok Masela dengan baik. “Semua pihak mesti saling dukung untuk dapat merealisasikan proyek ratusan triliun ini agar bermanfaat besar bagi seluruh rakyat Indonesia” ujar Prof. Dr. Mukhtasor, Wakil Ketua Umum Ikatan Alumni (IKA) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) di Jakarta, akhir pekan lalu.

Mukhtasor menekankan, sudah sepatutnya pertimbangan utama dalam setiap kebijakan itu adalah national interest. Ketahanan nasional di bidang sosial, ekonomi, politik, serta pertimbangan finansial dan investasi adalah hal-hal yang penting. Sehingga menjadi hal yang utama untuk menempatkan pilihan teknologi, baik untuk sistem di darat ataupun laut, sebagai pendukung tujuan nasional yang lebih besar.

Mukhtasor yang juga Guru Besar Teknik Kelautan ITS menambahkan perlunya mitigasi lanjutan agar dapat meminimalkan resiko dalam pelaksanaan proyek di Blok Masela. “Pemerintah dan investor harus memberi perhatian utama pada mitigasi bencana kelautan dalam tindak lanjut pembangunan LNG sistem perpipaan ke darat,” ungkapnya.

Selain mempertimbangkan faktor ekonomis dan dampak proyek ini bagi masyarakat sekitar, terdapat beberapa hal yang patut menjadi perhatian khususnya mengenai fenomena alam dan riwayat oseanografi dasar laut. Catatan mengenai gempa, kondisi dinamika lingkungan laut, keadaan sedimen dasar laut dan kondisi bathymetri atau tophografi dasar laut merupakan faktor yang penting dalam hal keselamatan operasi sistem perpipaan.

Menurut Mukhtasor, jarak angkut gas dengan pipa 90 km itu cukup panjang. Beroperasi di lingkungan palung yang dalam, di Blok Masela dapat mencapai order seribu meter lebih. Kalau bertemu daerah batimetri dasar laut yang curam dapat mempengaruhi kesetabilan pipa. Sementara arus yang cukup kekuatannya dapat menyebabkan scouring (gerusan) yang dapat berakibat pada tergerusnya dudukan pipa, lama-lama pipa akan terbentang dan bergetar lalu menurunkan kekuatannya.

“Ini akan berbeda jika pipa ada di daratan, kondisi tanah lebih stabil. Catatan gempa yang lebih dari 2000 kali sejak tahun 1900 itu juga perlu menjadi perhatian,” katanuya.

Lebih lanjut Mukhtasor menjelaskan bahwa keadaan sedimen dasar laut  menggambarkan keadaan tanah dan batuan tempat dudukan pipa. Apabila kondisinya lembek maka kekuatan menahan pipa lemah. Hal inilah yang dapat menimbulkan bahaya sehingga perlu perhatian khusus dalam keamanan pipa. “JIka tanahnya lembek akan berpengaruh pada dudukan pipa, sementara ketika arus kencang dan batuannya licin maka akan sulit membuat pipa stabil. Pada jenis dan keadaan sedimen tertentu ada yang bisa collaps atau runtuh” kata Mukhtasor.

Kondisi oseanografi inilah yang diharapkan mendapat perhatian lebih ketika merealisasikan proyek blok Masela terutama dalam hal keamanan pipa karena ada potensi bencana lingkungan laut yang perlu diwaspadai.Maka, analisis dampak lingkungan harus dilaksanakan secara benar dan bukan sebagai seremonial legalitas.

Disamping itu, harus ada revisi POD (Plan Of Development) Lapangan Abadi, Blok Masela. Revisi ini tidak mudah karena ruang lingkup pekerjaan akan sangat  berbeda. Investor juga harus investasi untuk meningkat level detilnya survai bathimetry dan oseanografi dan mendesain foot-print perpipaan dari wellhead ke daratan yg disesuaikan dengan zonasi lingkungan laut yang aman.(RA)