JAKARTA –  Mata rantai distribusi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia sangat kompleks, baik melalui laut maupun darat. Sementara itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan  Gas Bumi mengamanatkan BBM harus tersedia di seluruh pelosok Nusantara. 

Ibrahim Hasyim, Ketua Alumni Akadami Minyak dan Gas, mengatakan mata rantai distribusi BBM sangat panjang dan bertingkat. Transportasi laut tentu sangat rumit membawa ke pulau-pulau kecil dengan alur pelayaran yang dangkal. Begitu juga di darat yang lokasinya sangat tersebar dengan infrastruktur jalan dan jembatan yang sangat terbatas untuk mencapainya.

“Kondisi itu semua menuntut saluran distribusi yang bertingkat, terminal dan kapal yang besar sampai kecil. Kondisi ini hanya terjadi di sebuah negara kepulauan,” kata Ibrahim di Jakarta, Selasa (22/3). 

Menurut Ibrahim yang membedakan komponen harga BBM di Indonesia dengan negara lain  karena ada pertimbangan ekonomi, sosial politik, dan lingkungan hidup. “Di Amerika Serikat saja, harga BBM antarnegara bagian saja bisa berbeda. Akan tetapi penentu utama tentulah harga minyak mentah,” kata dia.  

Menurut dia, harga BBM berkorelasi dengan biaya produksi dan transportasi. Jika penurunan harga BBM tidak signifikan tentu dampak terhadap biaya produksi dan transportasi pun menjadi kecil, kecuali jika peran biaya BBM dalam struktur biaya totalnya tinggi. 

Peran pemerintah untuk mengaudit biaya itu perlu agar dapat diketahui berapa besarnya pengaruh penurunan harga BBM terhadap terhadap total biaya. “Kalau formula itu ada, pemerintah akan ada pegangan untuk mengawasinya,” tegas Ibrahim. 
 
Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), mengakui jaringan distribusi BBM di Indonesia termasuk paling rumit di dunia. Beragam upaya dilakukan Pertamina dalam mendistribusikan energi ke pelosok negeri, tak terkecuali ujung timur Nusantara. Hal ini dilakukan melalui peningkatan efisiensi dan efektivitas sarana sekaligus fasilitas, mulai dari darat, laut hingga udara. “Nilai penghematan distribusi BBM dari peningkatan tata kelola arus minyak per Desember mencapai  US$ 255,25 juta,” katanya.
 
Wianda mengatakan dalam distribusi BBM di Tanah Air, Pertamina memperkuat infrastruktur hilir dengan 273 unit kapal tanker, delapan unit kilang, dan 111 unit terminal BBM. “Pertamina juga memiliki 6865 unit retail outlet dan 64 unit DPPU (Depot Pengisian Pesawat Udara),” ujarnya.
 
Menteri ESDM Sudirman Said sebelumnya menyatakan pemerintah akan menurunkan harga BBM jenis premium dan solar turun pada awal April 2016 di seluruh wilayah Indonesia. Pertimbangan penurunan harga BBM adalah tren penurunan harga minyak dunia dan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
 
Berdasarkan evaluasi tiga bulanan sebelumnya, pada Januari lalu pemerintah telah menetapkan perubahan harga BBM jenis premium dan solar. Pemerintah mengumumkan harga premium Rp7.050/liter untuk luar Jawa dan Bali. Sedangkan solar Rp5.650/liter karena masih disubsidi sebesar Rp 1.000 per liter. Dalam APBN 2016 subsidi solar ditetapkan Rp16 triliun.
 
Ferdinand Hutahaean, Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, mengatakan pemerintah harus mengevaluasi harga jual BBM untuk periode April-Juni 2016 mengacu pada rata rata MOPS Januari-Maret 2016. Pasalnya pada periode tersebut harga minyak jatuh pada titik terendah kurun waktu belasan tahun terakhir. 

“Artinya jika mengacu pada harga minyak tersebut, harga jual BBM akan turun pada kisaran yang sangat murah bahkan lebih murah dari seliter air mineral,” kata dia. 

Menurut Ferdinand, harga jual BBM murah tersebut juga belum tentu mampu menggerakkan turunnya harga bahan bahan pokok karena pemerintah tidak punya instrumen yang memaksa harga batang turun ketika harga BBM turun. 

Sementara ketika nanti harga BBM kembali naik, tambah Ferdinand, harga barang naik secara otomatis. Artinya, penurunan harga BBM menjadi sia-sia karena tidak dinikmati oleh rakyat akan tetapi dinikmati pemilik kendaraan yang kelas sosial ekonominya menengah ke atas. “Selain itu juga bahwa harga BBM murah akan menghambat pengembangan energi batu terbarukan,” tandasnya.(RA)