JAKARTA – PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) akan mengoperasikan tiga unit pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dengan total kapasitas terpasang 105 megawatt (MW) sepanjang tahun ini untuk mengoptimalkan pemanfatanpanas bumi nasional bagi energi listrik. Ketiga unit pembangkit tersebut adalahunit tiga PLTP Ulubelu, Lampung berkapasitas  55 MW;  unit 5 PLTP Lahendong, Sulawesi Utara berkapasitas 20 MW, dan Unit 1 Karaha Bodas, Jawa Baratberkapasitas 30 MW.

Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication Pertamina mengatakan,  hingga akhir Februari 2016, dari tiga  unit pembangkit yang disiapkan perusahaan, unit 3 PLTP Ulubelu  sudah mencapai 87,68%. Sementara dua unit pembangkit lain, yaitu Unit 5 Lahendong mencapai38,5% dan  Unit 1 Karaha Bodas mencapai 26,59%. “COD (Commercial of Date)  untuk  unit3 PLTP Ulubelu pada Agustus 2016, sedangkan  unit 5 PLTP Lahendong dan  unit 1 PLTP Karaha Boda pada Desember 2016,”ujar Wianda di Jakarta, Selasa (1/3).

Dengan tambahan tiga unit pembangkit tersebut, total kapasitas terpasang PLTP yang dimiliki Pertamina mencapai 597 MW yang terdiri atas PLTP Kamojang 235 MW, PLTPLahendong 100 MW, PLTP Ulubelu 165 MW, PLTP Sibayak 12 MW, dan PLTP Lumut Balai 55 MW.

Sepanjang 2015-2019 Pertamina akan membangun PLTP  berkapasitas 907 MW dengan investasi sekitar US$ 2,5 miliar. Perseroan telah menempatkan lini bisnis panas bumi sebagai salah satu prioritas proyek strategis sesuai dengan cetak biru (blue print) pengembangan panas bumi hingga 2019. Apalagi, Indonesia memiliki potensi  panas bumi  hampir 29 ribu MW atau 40%  di dunia, namun yang termanfaatkan baru sekitar 5%.

“Di saat investor lain pun tidak banyak tergerak karena berbagai hambatan yangdialami, kami terus berinvestasi di sektor panas bumi,” ujarnya.

Yunus Saefulhak, Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, mengakui bahwa PGE adalah perusahaan satu-satunya yang agresif dalam pngembangan panas bumi di Indonesia, terbukti dari komitmennya  dalam melakukan kegiatan eksplorasi danpemboran di beberapa wilayah kerjanya seperti Lahendong, Ulubelu, Hululais,Lumut Balai, dan Sungai Penuh.  “Pemerintah saat ini sesuai UU No 21 Tahun 2014 membolehkan untuk menugaskan BUMN melakukan kegiatanpada wilayah kerja tanpa lelang.  Ini merupakan terobosan untuk pengembangan panas bumi di Indonesia sehingga Pertaminaakan kami berikan izin untuk melakukan kegiatan eksplorasi di beberapa wilayah kerja yang ditugaskan seluruh Indonesia. Dan lender, investor atau partner dapat langsung bekerja sama dengan BUMN tersebut untuk menngusahakan sampai hilirnya.  Pertamina akan berkontribusi lebih besar lagi,” katanya.

Abadi Purnomo,  Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia,  mengatakan Pertamina telah berkecimpung di bisnis panas bumi lebih dari 30 tahun. Mereka mempunyai kapabilitas di SDM, finansial,dan penguasaan teknologi dari hulu sampai hilir. Saat ini di Indonesia baru Pertaminayang terbukti konsisten mengembangkan geothermal. “Saya berharap PGE bisa berkontribusi setidaknya 2000 MW dari WKP yg dikuasai. PGE semestinya dapat privilese untuk SP&E pada sebagian daerah yang akan ditender,” katanya.

Suryadarma, Ketua Umum Masyarakat Energi TerbarukanIndonesia, menilai dari segi pengembangan panas bumi, PGE adalah satu-satunya perusahaan nasional yang sangat konsisten dalam pengembangan energi panas bumi diIndonesia. Aktif sejak 1974 semasa masih dilaksanakan melalui induknya (Pertamina), tak pernah surut dalam keadaan apapun termasuk ketika krisis ekonomi melanda Indonesia pada 1998.

Menurut dia, Pertamina yang tampil menyelamatkanIndonesia dalam mengambilalih proyek-proyek terkendala dan berupaya mendorong kegiatan panasbumi baik dilaksanakan sendiri oleh Pertamina maupun melaluikerjasama dengan pihak lain melalui kontrak operasi bersama (KOB).  “Ketika ketika keadaan pengembangan panasbumi tidak banyak menarik investor karena harganya yang tidak ekonomis, PGE kemudian sebagai pelaksana kegiatan panasbumi Pertamina juga terus sangat agresif mengembangkan panas bumi. Apalagi ketika panasbumi masuk sebagai bagian dari program peningkatan peran EBT 23% pada 2025,” katanya.

Menurut Suryadarma, bila melihat produktifitas PGE dan kesiapan PGE termasuk dalam menyiapkan SDM dan dukungan finànsial dari Pertaminadan beberapa pihak donor international, akan sangat mendukung jika pengembanganpanas bumin diserahkan kepada PGE sebagaimana rezim awal pengembangan panasbumi. Akan sangat menguntungkan jika ada investor yang ingin ikut serta bisadilakukan melalui skema kerja sama. Hal ini lebih mempermudah proses dan  pemerintah juga bisa lebih fokus.

“Kontribusi akan lebih besar lagi jika PGE sebagai bagian dari BUMN untuk EBT sebagiannya diberikan penugasan saja oleh pemerintah.Pengalaman dua model skema pengembangan panasbumi di Indonesia ternyata yang masih konsisten berjalan adalah skema yang dilaksanakan PGE di masa lalu dan masihberlaku hingga saat ini,” katanya.(RA)