JAKARTA – Revisi Undang – Undang ( UU ) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara ( Minerba ) dinilai sangat mendesak direalisasikan. Budi Santoso, Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies ( CIRUSS), mengatakan revisi banyak hal-hal yang perlu direvisi berkaitan dengan tujuan pengelolaan mineral dan batu bara serta manfaat nasional. “Revisi UU Minerba memang sangat urgent,” kata dia kepada Dunia Energi.

Menurut Budi, revisi UU Minerba tergantung pada bagaimana pemerintah menterjemahkan manfaat nasional tersebut apakah hanya seperti saat ini yang terfokus pada pendapatan pemerintah dan ekspor. “Atau untuk menunjang daya saing industri nasional, tumbuh dan berkompetisi dengan negara lain, atau ketahanan nasional (energi dan strategis) atau agen pembangunan,” ujarnya.

Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM ), mengatakan revisi UU Minerba erat kaitannya dengan otonomi daerah. “Kenapa diubah, karena UU itu sangat erat sekali dengan otonomi daerah yang waktu itu dilakukan Bupati untuk pengelolaan usaha tambang. Itu salah satu dasar evaluasi kita,” kata Bambang di Jakarta, Jumat.

Menurut Bambang, ada beberapa hal yang perlu dievaluasi terhadap pelaksanaan UU 4/2009 yang belum optimal. “Kami lihat smelter (fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral) belum berhasil, dari persentasi pemohon atau calon investor itu ternyata masih sedikit sekali, mungkin di bawah 30 %. Oleh karena itu kita perlu evaluasi,” ujarnya.

Bambang menekankan bahwa Pemerintah akan mempertimbangkan segala aspek dalam menetapkan kebijakan. “Apabila menerbitkan policy akan mempertimbangkan segala aspek. Pada waktu kemarin kita mau relaksasi ramainya bukan main, toh akhirnya pemerintah bisa melihat bahwa ini tidak perlu dan tidak jadi relaksasi. Ini satu hal yang jadi preseden atau contoh. Jadi, sudah ramai duluan, padahal kita belum apa-apa,” tandasnya.(RA)