JAKARTA – PT Pertamina (Persero) dan anak usahanya di sektor hulu, akan melanjutkan program efisiensi yang telah dijalankan sejak awal 2015 pada tahun ini. Efisiensi yang ditargetkan minimal sebesar 30% merupakan salah satu upaya menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan yang kini mulai dilakukan oleh beberapa perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia.

Kebijakan efisiensi akan terus didorong untuk menyiasati harga minyak mentah dunia yang kini mendekati level US$ 25 per barel.

Syamsu Alam, Direktur Hulu Pertamina, mengatakan efisiensi dilakukan pada hampir semua kegiatan di sektor hulu. Misalnya, pada kegiatan eksplorasi untuk mencari cadangan baru serta juga melakukan renegosiasi kontrak pada kegiatan-kegiatan services. “Ini (merupakan) usaha maksimal agar perusahaan tetap survive dan salah satunya untuk menghindari PHK,” ujar Syamsu.

Pertamina memproyeksikan realisasi efisiensi sepanjang 2015 sekitar US$ 709 juta (disetahunkan). Hingga kuartal III 2015, realisasi efisiensi tercatat sebesar US$ 532 juta.

Gunung Sardjono Hadi, Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi (PHE), anak usaha Pertamina di sektor hulu, mengakui efisiensi adalah salah satu program yang dijalankan di sektor hulu Pertamina, salah satunya adalah mengurangi kegiatan jalan-jalan di luar kota. Gunung mengaku, induk usaha sudah meminta ke semua unit usaha di sektor hulu untuk mengurangi biaya hingga 30%. Namun, PHE menyatakan akan berupaya mengefisiensikan biaya hingga 50%.

Efisiensi di PHE akan dilakukan pada pekerjaan yang tidak langsung berdampak pada produksi dan keamanan lingkungan. Salah satunya dengan mengurangi biaya sewa gedung. Di luar itu, menurut Gunung, PHE juga mengurangi beberapa kegiatan seperti perjalanan ke luar kota dan acara temu keluarga karyawan(family gathering). Perusahaan  juga akan mengurangi rapat-rapat di luar kantor. “Jika bisa, dilakukan di kantor atau melalui teleconference,” katanya.

Meski memperketat pengeluaran biaya operasional, PHE menyatakan belum berencana melakukan PHK karyawan. PHK karyawan sebagai pilihan terakhir jika semua upaya efisiensi telah dilakukan, tapi belum bisa menutupi biaya akibat penurunan harga minyak. Program efisiensi juga dilakukan oleh PT Pertamina EP, anak usaha Pertamina lainnya di sektor hulu migas.

Ronny Gunawan, Direktur Utama Pertamina EP, mengatakan di tengah situasi harga minyak yang terus menurun, Pertamina EP tahun ini berupaya mencapai target produksi minyak sebesar 103.000 BOPD dan target produksi gas sebesar 1.064 MMSCFD. “Untuk menyiasati kondisi itu, Pertamina EP meningkatkan efisiensi dan mengembangkan inovasi,” ujarnya.

Hampir mirip dengan PHE, Pertamina EP juga melakukan penghematan anggaran seperti pada pengeluaran pengeboran (drilling service) lewat renegosiasi kontrak, evaluasi success eksplorasi yang ada, termasuk kegiatan-kegiatan.  Perseroan menghemat biaya perjalanan dinas. Naik pesawat tak lagi kelas bisnis, cukup kelas ekonomi.  Menginap juga tak perlu hotel  berbintang,  bisa menggunakan mess perusahaan.“Selain efisiensi, dari segi anggaran Pertamina EP juga melakukan efisiensi dibidang produksi yakni sengaja melakukan produksi di sumur-sumur yang telah existing,” katanya.

Firlie H Ganinduto, pengamat migas, menilai kondisi saat ini sedang sulit dan memaksa perusahaan migas di mana pun untuk efisiensi biaya operasional. Namun, kalau dilihat dari operasional sektor hulu Pertamina, harus dilihat pofil dari masing-masing area. “Pertamina kan punya field manager. Mereka harus melihatoperational lapangan ini dengan baik seefisien mungkin. Ini memang bukan isu baru, tapi harus diperhatikan. Mungkin harga minyak yang rendah memaksa untuk melihat harga seperti ini,” ujarnya.

Menurut Firlie, efisiensi mutlak harus dilakukan perusahaan. Tapi perusahaan harus melihat seluruh biaya yang terjadi. Artinya, memang harus pos biaya secara keseluruhan. Bukan hanya dilihat dari pegawai. Dia mendorong Pertamina menjalin kerja sama operasi pada lapangan migas yang produksinya rendah. Perusahaan cukup menangani lapangan migas berskala menengah dan besar. Untuk lapangan yang produksi di bawah 1.000 barel per hari,  Pertamina disarankan untuk  menjalin kemitraan dan mitra tersebut yang menanggung seluruh biaya operasi.”Tentu saja, mitra yang terpilih harus dipilih dengan baik dan punya rekam jejak yang bagus dan persyaratan yang ketat,” katanya.

Pertamina menurut Firlie punya prioritas lebih besar seperti pengembangan ladang migas besar serta pengembangan kilang-kilang baru. Perseroan disarankan tidak perlu memikirkan hal yang kecil. “Bisa saja, untuk meminimalkan PHK, bias dilakukan konversi karyawan dari hulu ke kilang. Sementara lapangan migas yang produksinya kecil dikelola oleh mitra melalui KSO,” katanya.(AF)