JAKARTA – Harga saham yang ditawarkan PT Freeport Indonesia sebesar US$ 1,7 miliar atau sekitar Rp 23,6 triliun dinilai terlalu mahal mengingat umur kontrak karya yang dimiliki hanya tersisa lima tahun dan aset yang sudah berusia 40 tahun.

Budi Santoso, Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies, mengatakan nilai saham Freeport tidak mungkin sampai US$ 16,2 miliar. Apalagi Freeport memasukkan nilai cadangan emas dan tembaga di tambang Grasberg, Papua yang notebene bukan milik anak usaha Freeport-McMoRan Inc, perusahaan asal Amerika Serikat.

“Kalau pemerintah membeli dengan harga segitu dimana Freeport memasukan cadangan emas dan tembaga dalam portofolionya berarti pemerintah membeli barang miliknya sendiri,” ujar Budi, Jumat.

Menurut Budi, pemerintah harus tegas terhadap Freeport, khususnya dalam menilai saham yang diajukan perusahaan itu. Pasalnya, dalam kontrak karya disebutkan produksi tambang belum menjadi milik perusahaan pemegang kontrak hingga kewajiban kepada negara dalam bentuk royalti dipenuhi. Dengan begitu Freeport tidak bisa memasukkan proyeksi cadangan emas dan tembaga yang akan habis pada 2041 dalam nilai saham perusahaan.

“Aset-aset Freeport yang umurnya sudah 40 tahun lebih juga tidak mungkin nilai bukunya masih tinggi,” tegas Budi.

Freeport sebelumnya telah mengirim surat ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait divestasi tahap pertama sebesar 10,64% saham. Freeport dalam suratnya mengajukan harga US$ 1,7 miliar dari total 100% saham senilai US$ 16,2 miliar.

“Sesudah Freeport mengajukan tawaran, sekarang menjadi tugas pemerintah untuk mengevaluasi yang akan melibatkan tim lintas kementerian,” kata Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM.

Penawaran harga divestasi Freeport seharusnya diserahkan ke pemerintah pada 14 Oktober lalu, untuk kemudian dievaluasi kewajaran harganya selama maksimal 90 hari. PP Nomor 77 Tahun 2014 tentang pelaksanaan kegiatan pertambangan mineral dan batu bara yang mewajibkan Freeport melepas sahamnya sebesar 30% ke investor nasional karena diklasifikasikan sebagai perusahaan pertambangan bawah tanah (underground mining).

Menurut Bambang, pemerintah bisa menunjuk konsultan independen untuk menilai penawaran harga saham Freeport. Pihak independen tersebut nantinya juga bisa melakukan negosiasi terhadap penawaran yang diajukan perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut.

“Akan ada pertemuan dengan Freeport, jika kita sudah mempunyai posisi terhadap harga sahamnya,” ungkap dia.

Pemerintah sesuai dengan PP No.77 memiliki batas waktu 60 hari untuk mengevaluasi dan memutuskan terhadap penawaran divestasi 10,64% saham yang diajukan Freeport. Evaluasi awal akan dilakukan Kementerian ESDM yang kemudian hasilnya akan diajukan ke Kementerian Keuangan.(RA)