JAKARTA – PT Pertamina (Persero) akan memacu kinerja operasional di sektor downstream, khususnya pada bisnis pemasaran dan niaga seiring melemahnya kinerja di sektor upstream. Bahkan, pada 2016 Pertamina menargetkan meraih laba US$ 2,5 miliar dari bisnis pemasaran dan niaga serta anak usahanya, dibanding pencapaian tahun lalu sebesar US$ 1,6 miliar.

Ahmad Bambang, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, mengatakan ketika harga minyak tinggi di level US$100-US$110 per barel Pertamina banyak mendapat keuntungan dari upstream, dari produksi minyak dan gas. Namun seiring penurunan harga minyak dunia mulai akhir 2014 hingga saat ini yang sudah US$37 per barel, menjadi tantangan bagi Pertamina.

“Tidak ada jalan lain adalah melakukan efisiensi besar-besaran. Selain juga melakukan marketing yang benar mengikuti pasar,” kata dia.

Menurut Ahmad, di bisnis pemasaran, Pertamina tidak hanya memasarkan produk-produknya, namun juga melakukan efisiensi besar-besaran, mulai pengadaan, impor crude maupun produk. Efisiensi yang sangat besar itu, baik dalam bentuk harga beli maupun angkutan.

Bisnis pemasaran dan niaga Pertamina mencakup pendistribusian produk-produk hasil minyak dan petrokimia yang diproduksi kilang Pertamina maupun yang diimpor, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun ekspor. Serta didukung sarana distribusi dan transportasi melalui darat dan laut.

Ahmad mengatakan Pertamina juga membenahi marketing dengan menerapkan konsep marketing yang benar. Dia mencontohkan produk pelumas yang diproduksi dan dipasarkan anak usahanya PT Pertamina Lubricants. Harga produk pelumas Pertamina lebih murah dibanding produk kompetitor. Namun yang terjadi di bengkel justru produk-produk pelumas kompetitor yang harganya lebih tinggi justru lebih banyak dipasarkan. “Jadi inilah yang dibenahi untuk mendapat profit yang lebih besar,” kata dia.

Hal yang sama dilakukan untuk elpiji. Strategi menaikkan harga jual untuk produk 12 kg dan menyesuaikan dengan harga keekonomian juga telah menghasilkan profit.

Selain itu, berbagai inovasi dilakukan. Ketika rugi memasarkan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium, Pertamina meluncurkan pertalite. Hingga saat ini, pertalite telah dipasarkan di 2.133 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dalam kurun waktu kurang dari enam bulan sejak diluncurkan pada Juni 2015.

“Hal yang sama juga dilakukan untuk produk elpiji. Selain ditugaskan untuk memasarkan elpiji 3 kg, Pertamina juga meluncurkan produk 5,5 kg dengan warna pink,” kata Ahmad.

Menurut Ahmad, Pertamina juga mengembangkan strategi channel modern untuk memasarkan produk-produk ritelnya. SPBU akan dikembangkan seperti restoran-restoran cepat saji yang bisa melayani pesan anter. Untuk itu, Pertamina telah menggandeng GoJek.

“Sekarang kita tengah benahi sistem teknologi informasinya,” tukas dia.

Ahmad mengatakan Pertamina memiliki keunggulan dalam jaringan. Untuk itu, nantinya produk-produk Pertamina akan dipasarkan secara bundling. Nantinya, semua produk-produk Pertamina akan dipasarkan di SPBU. Pertamina juga mengembangkan SPBU Pasti Prima. Nanti SPBU tidak sekadar untuk membeli BBM, namun menjadi food and energy station dengan menggandeng Perum Bulog dan juga PT Pos. “BUMN corporation akan kita wujudkan dengan menggandeng Bulog dan PT Pos,” kata dia.

Sofyano Zakaria, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), mengatakan di tengah penurunan harga minyak dunia yang ikut berpengaruh terhadap kinerja Pertamina memang dibutuhkan berbagai inovasi.

“Minyak kan juga ada produk sampingannya seperti pelumas yang bisa dikembangkan. SPBU yang dikembangkan tidak hanya sekadar menjual BBM, itu semuanya inovasi,” ungkap dia.

Menurut Sofyano, Pertamina bisa memacu penjualan pelumas dan merebut pangsa pasar yang besar seiring dengan jumlah populasi kendaraan bermotor yang terus bertambah. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan membangun brand image produk pelumas Pertamina.

Target Pertalite

Ahmad mengatakan tantangan Pertamina dalam pemasaran BBM adalah bagaimana masyarakat mau menggunakan pertamax dan pertalite. Apalagi saat ini menjadi momentum yang tepat dengan penurunan harga yang signifikan. “Nanti saya akan geser premium ke pertalite secara bertahap. Pertalite tumbuh cepat karena dibuktikan lebih jauh,” ungkap dia.

Menurut Ahmad, penjualan pertalite saat ini rata-rata 4.000 kiloliter per hari, sementara itu pertamax 8.000 kiloliter per hari. Pertamina menargetkan penjualan pertalite tahun ini bisa mencapai 15.000 kl per hari. “RKAB 2,1 juta ton, namun saya ingin sampai 4 juta ton,” tukasnya.

Selain itu, Pertamina juga akan menurunkan standar SPBU, tanpa mengurangi faktor keamanan untuk mengakomadasi kemunculan penjual-penjual BBM eceran yang dikenal dengan Pertamini.(AT)