JAKARTA – Langkah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menghimpun dana ketahanan energi dinilai memerlukan payung hukum yang jelas. Hal ini guna menghindari praktik pemburu rente.

Fahmi Radhy, pengamat dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, mengatakan Menteri ESDM Sudirman Said tidak bisa menggunakan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 dan PP Nomor 79 Tahun 2014 sebagai dasar pungutan untuk menghimpun dana ketahanan energi.

“Perlu payung hukum yang lain. Dengan cara seperti sekarang akan sulit pengawasannya. Begitu juga dengan pemanfaatannya,” kata dia, Selasa.

Fahmi yang sempat menjadi anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas, mengatakan Tim Reformasi Tata Kelola Migas sebelumnya telah merekomendasikan untuk membentuk dana ketahanan energi melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana yang dikumpulkan memang untuk penelitian dan pengembangan energi.

“Kami menyebutnya dulu oil fund dan lewat APBN. Kalau ternyata gagal, Kementerian ESDM bisa mencari jalan dan mencari payung hukum yang pas sebelum mengumumkan ke masyarakat. Bisa juga mengambil pungutan dari kontraktor di sektor hulu,” ungkap dia.

Menurut Fahmi,  pungutan dana ketahanan energi dari penjualan bahan bakar minyak (BBM) premium atau solar dikhawatirkan saat harga minyak dunia rebound. Ketika harga BBM naik, masyarakat makin terbebani karena tetap harus membayar pungutan dana ketahanan energi.

“Harga BBM yang diterima masyarakat saat ini bisa lebih murah kalau tanpa pungutan. Supaya tidak bermasalah,enaknya dibatalkan dulu dan dianggarkan lewat APBNP,” tandas dia.

Pemerintah melalui Kementerian ESDM memutuskan untuk mulai memupuk dana ketahanan energi melalui pemungutan premi pengurasan energi fosil.

Sudirman Said, Menteri ESDM mengatakan secara konsepsi dana ketahanan energi dapat digunakan untuk mendorong eksplorasi agar depletion rate cadangan bisa ditekan. Selain itu, dana tersebut juga bisa digunakan untuk membangun infrastrukur cadangan strategis.

“Serta dapat digunakan untuk membangun energi yang sustainable yakni energi baru dan terbarukan,” kata dia, akhir pekan lalu.

Menurut Sudirman, dana ketahanan energi ini seperti uang negara pada umumnya akan disimpan Kementerian Keuangan dengan otoritas pengggunaan oleh kementerian teknis yaitu Kementerian ESDM. Secara internal, audit dilakukan Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM atau BPKP. Selanjutnya, BPK juga akan melakukan audit.

Dari sisi kebutuhan, lanjut Sudirman, yang paling mendesak untuk disediakan adalah dana stimulus untuk membangun enegi baru dan terbarukan. Serta dana stimulus untuk melakukan eksplorasi migas, geothermal dan batubara karena investasi untuk eksplorasi sedang mengalami penurunan. “Eksplorasi harus kita lakukan untuk mengetahui dengan akurat cadangan kita,” tukas Sudirman.(RA)