JAKARTA – Perkembangnya mafia migas ditengarai mendapatkan celah untuk berkembang dalam UU Migas 22/2001. Pasalnya, regulasi tersebut sekitar 95% mengatur urusan hulu, sementara urusan hilir tidak diperhatikan.

“Karena itulah maka ini menjadi celah bagi mafia untuk berkembang,” tegas Inas Nasrullah Zubair, Anggota Komisi VII DPR dalam Diskusi Urgensi RUU Migas dalam Mendorong Kedaulatan Energi Nasional yang diselenggarakan oleh Bakornas LTMI Himpunan Mahasiswa Islam, di Jakarta, Rabu (23/12).

Pada kesempatan yang sama, Mukhtasor, Anggota Dewan Energi Nasional (2009-2014), menekankan bahwa Revisi UU migas harus menaruh perhatian tentang hal ini. Menurut dia, revisi UU migas harus berorientasi pada pencitaan tujuan pengelolaan energi untuk menuju kedaulatan, kemandirian dan ketahanan energi nasional.

Hal ini, tambah Mukhtasor, mencakup dari sisi peningkatan cadangan migas, produksi migas, distribusi dan pemanfaatan migas. Juga mencakup tata kelola dan harga energi. “Dan yang sangat penting adalah hak masyarakat dan rakyat atas akses energi migas. Ini semua harus diatur,” tegasnya.

Dia berharap UU migas janganlah hanya dimaksudkan untuk tata kelola bisnis migas, apalagi kalau hanya untuk membentuk BUMN khusus yang baru sebagai ganti dari SKK Migas. “Praktek disorientasi seperti ini harus dicegah dalam UU migas yang baru yang sedang disusun DPR saat ini,” kata Guru Besar ITS ini.(LH)