JAKARTA – Investasi pembangunan kilang terapung (floating liquefaction natural gas/FLNG) Blok Masela, Laut Arafura, Maluku berpotensi melonjak menjadi US$22 miliar dari proposal awal yang diajukan Inpex Corporation dan Shell sebesar US$14,8 miliar.

Yoga Suprapto, anggota Tim Forum Tujuh Tiga (Fortuga) Institut Teknologi Bandung, mengatakan pengoperasian blok gas secara FLNG dengan karakterisitik yang sama seperti Blok Masela belum pernah dilakukan di dunia. “Perkiraan biaya investasi terapung itu masih kasar sekali, tidak konspetual masih bisa melonjak dan turun juga. tetapi jarang sekali turun karena adanya ketidakpastian,” kata dia di Jakarta, Selasa.

Menurut Yoga, lonjakan biaya pembangunan kilang terapung akan membebani negara karena masuk dalam cost recovery. Apalagi teknologi FLNG masih jarang digunakan dalam pengembangan lapangan migas di dunia.

Untuk itu, Fortuga merekomendasikan agar pengembangan Blok Masela menggunakan kilang di darat (onshore LNG/OLNG). Selain karena biaya investasi yang lebih jelas, Indonesia juga sudah berpengalaman dalam pengembangan blok gas secara onshore. “Kalau kilang darat Indonesia cukup banyak, ada Arun, Bontang, Tangguh, Donggi Senoro, Sengkang,”  tukas dia.

Investasi pembangunan kilang darat juga dinilai tidak sebesar versi Inpex yang mencapai US$20,66 miliar untuk kapasitas 2 x 4 juta metrik ton per annum (MTPA). Fortuga menduga besaran biaya pembangunan kilang darat sengaja dibuat tinggi agar terlihat tidak feasible.

Yoga mengatakan proyeksi anggaran belanja operasional untuk kilang darat sebesar US$5 miliar juga dinilai tidak realistis. Padahal seharusnya biaya yang dikeluarkan untuk operasional kilang darat hanya setengah dari angka yang disodorkan Inpex. “Secara logika harusnya biaya operasional untuk darat lebih murah dibanding biaya operasional di laut,” ungkap dia.

Staf Ahli Menteri Koordinator Kemaritiman Ronie Higuchi mengatakan fasilitas pengolahan di atas sumur menurut versi Inpex sebesar US$4,82 miliar. Padahal seharusnya maksimal US$2 miliar, sehingga ada selisih US$2,82 miliar.

Elan Biantoro, Kepala Bagian Humas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), sebelumnya mengatakan keputusan tentang Blok Masela akan langsung diambil setelah Poten&Partner, konsultan independen yang ditunjuk pemerintah menyelesaikan evaluasinya.

“Kita tidak ingin menunda-nunda eksekusi blok Masela. Kita sudah rekomendasikan untuk gunakan floating. Nanti diputuskan minggu ketiga Desember setelah Poten&Partner selesai. Begitu mereka keluar pendapat, maka kita akan segera putuskan,” tandas dia.(AT)