JAKARTA – Lapangan Banyu Urip, Bukit Tua dan Matindok diharapkan bisa menjadi kontributor utama produksi siap jual (lifting) minyak nasional tahun depan sebesar 826 ribu barrel oil per day (BOPD). Elan Biantoro, Kepala Bagian Humas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak (SKK Migas), mengatakan kontribusi terbesar berasal dari Lapangan Banyu Urip yang dikelola ExxonMobil Cepu Ltd yang mencapai puncak produksi pada kuartal I 2016 sebesar 165 ribu BOPD. Hingga awal Desember 2015, produksi minyak dari Banyu Urip mencapai 113 ribu BOPD.

Selain itu, Lapangan Bukit Tua yang dioperatori Petronas Ketapang Ltd juga akan mencapai puncak produksi 20 ribu BOPD. Bukit Tua telah onstream sejak Mei 2015.

“Kami juga mengharapkan Lapangan Matindok bisa onstream pada kuartal IV 2016,” kata dia di Cirebon, akhir pekan lalu. Lapangan Matindok yang dioperatori PT Pertamina EP, anak usaha PT Pertamina (Persero) akan mulai berproduksi minyak sebesar 500 BOPD dan gas sebesar 65 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).

Menurut Elan, produksi minyak dari tiga lapangan tersebut diharapkan bisa menutup penurunan produksi alamiah (decline rate) lapangan-lapangan yang eksisting yang rata-rata bisa mencapai 20%-30%.

Selain lapangan yang memproduksi minyak, SKK Migas juga mencatat lapangan gas yang akan onstream pada 2016 adalah lapangan Donggi yang dioperatori PT Pertamina EP; proyek IDD Bangka yang dioperatori Chevron Indonesia Co (Rapak); Karendan; Wasembo dan North Duri Devlopment Area 13.

SKK Migas mencatat dari target lifting minyak dalam work program and budget (WP&B) 2015 sebesar 828 ribu BOPD, realisasi hingga 4 Desember 2015 sebesar 787 ribu BOPD atau sekitar 95% dari target. Sementara itu untuk gas, dari target 6.631 BBTU, realisasinya sebesar 6.924 BBTU atau 104% dari target.

Pada tahun depan, SKK Migas bersama kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) minyak di Indonesia telah menetapkan target lifting minyak yang lebih kecil dibanding target lifting minyak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 yang dipatok 830 ribu BOPD.

“Sejatinya SKK Migas ingin menetapkan target lifting minyak yang sama dengan APBN 2016. Tapi, hasil pembahasan tentu harus lebih realistis,” tandas Elan.

SKK Migas menilai penurunan harga minyak akan menjadi kendala utama dalam pencapaian target lifting 2016. Bahkan berdasarkan laporan Komite Eksplorasi Nasional yang merujuk pada proyeksi yang dikeluarkan negara-negara produsen minyak (OPEC), harga minyak berpotensi turun hingga dibawah level US$ 30 per barel. Sementara itu, saat ini harga minyak pernah menyentuh level terendah di level US$ 36 per barel.

Pembiayaan

Seiring dengan penurunan harga minyak dan menurunnya kegiatan di sektor migas, PT Bank BRI Tbk (BBRI) akan lebih fokus ke sektor energi sekaligus menunjang proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW) yang dicanangkan pemerintah.

Amam Sukrianto, Senior Vice President Oil and Gas, Energy Desk BRI, mengatakan komposisi pembiayaan ke sektor energi akan lebih besar dibanding migas ke depan. Energi diperkirakan akan berkontribusi sekitar 60%, sementara migas sebesar 40%.

“Sebelum industri migas kembali ke kondisi semula, kami akan lebih fokus ke energi karena memang potensinya yang sangat besar,” kata dia.

SKK Migas mencatat total anggaran kerja wilayah kerja eksploitasi migas pada 2016 mencapai US 15,95 miliar, terdiri dari eksplorasi US$ 890 juta; pengembangan US$ 2,32 miliar, produksi US$ 11,53 miliar dan lainnya US$ 1,21 miliar.(AT)