PT Pertamina (Persero), perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki pemerintah Indonesia (national oil company),  genap berusia 58 tahun pada Kamis (10/12). Sebuah perjalanan usia yang sangat panjang untuk  salah satu badan usaha milik negara yang memberi kontribusi besar  kepada penerimaan negara.

Berawal dari berdirinya PT Permina pada 10 Desember 1957, empat tahun kemudian perseroan berganti nama menjadi Perusahaan Negara (PN) Permina dan setelah merger dengan PN Pertamina pada 1968 namanya berubah menjadi PN Pertamina.

Dengan bergulirnya Undang Undang No 8 Tahun 1971 sebutan perusahaan menjadi Pertamina. Sebutan ini tetap dipakai setelah Pertamina berubah status hukumnya menjadi PT Pertamina (Persero) pada 17 September 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 pada tanggal 23 November 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Karyawan cilacap

PT Pertamina (Persero) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny Janis Ishak, SH No. 20 tanggal 17 September 2003, dan disahkan oleh Menteri Hukum & HAM melalui Surat Keputusan No. C-24025 HT.01.01 pada 09 Oktober 2003. Pendirian Perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero), dan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2001 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 dan peralihannya berdasarkan PP No.31 Tahun 2003 “TENTANG PENGALIHAN BENTUK PERUSAHAAN PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI NEGARA (PERTAMINA) MENJADI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)”.

Sesuai akta pendiriannya, maksud dari perusahaan perseroan adalah untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi, baik di dalam maupun di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut.

Selama hampir 60 tahun, Pertamina telah melayani kebutuhan energi dalam negeri dengan mengelola kegiatan operasi yang terintegrasi di sektor minyak, gas, dan panas bumi. Pertamina juga senantiasa berupaya untuk memperbaiki kinerja operasi dan keuangan guna memberikan kontribusi yang terbaik bagi perekonomian Indonesia.

Pertamina saat ini memasuki era baru. Perubahan hukum dan undang-undang di Indonesia telah menumbuhkan suatu pola bisnis baru yang menyebabkan masuknya pesaing di sektor pemasaran dalam negeri. Harapan para pemangku kepentingan kepada perusahaan ini pun semakin tinggi, dan pemerintah mengharapkan dividen yang lebih besar dapat diberikan oleh perusahaan kepada negara.

Selain itu, dalam kerangka good governance, Pertamina perlu melaksanakan bisnis yang transparan dan bersih. Hal ini juga menjadi tekad pemerintah untuk memastikan transparansi dan profesionalisme dalam sektor bisnis. Dan hal itu secara konkret telah dijalankan oleh jajaran direksi Pertamina di bawah pimpinan Dwi Soetjipto, direktur utama.

Hampir 13 bulan sudah Dwi menjadi orang nomor satu di Pertamina. Harapan besar bahwa Pertamina akan menjadi perusahaan energi skala global ke depan terus dirajut di bawah kepemimpinan Dwi kendati ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus terus dilakukan dan menjadi komitmen perusahaan. Pertama, menjadikan Pertamina sebagai ujung tombak Indonesia di bidang energi. Kedua, meningkatkan efisiensi dari hulu dan hilir dengan transparan dan mengkaji kembali sejumlah hal yang telah dan akan dilakukan Perseroan. Ketiga, membenahi dan mengelola Pertamina secara transparan.

IMG_20151111_090538_edit

Meski tampak klise, target itu sudah semestinya dilakukan. Pertamina harus menjelma sebagai perusahaan negara yang mampu diandalkan dalam mengelola energi dengan transparansi yang baik. Efisiensi dan transparasi adalah dua tantangan besar direksi baru Pertamina. Berbagai upaya perbaikan internal harus segera dilakukan yang hasilnya memang mulai terasa.

Dari sisi kinerja keuangan, performa Pertamina di bawah kepemimpinan Dwi juga tak jelek-jelek amat. Hingga kuartal III 2015, perseroan meraih laba bersih sebesar US$ 914 juta yang ditopang oleh peningkatan kinerja operasional berbagai lini bisnis secara konsisten dan juga dipicu oleh penyelesaian beberapa proyek investasi prioritas perusahaan.

Dwi mengakui tantangan berat industri migas global masih terus berlanjut dengan masih relatif rendahnya harga minyak mentah dunia. Tantangan Slebih berat juga dihadapi oleh perusahaan migas di Tanah Air. selain pengaruh harga minyak mentah (Indonesian Crude Price yang turun, tekanan juga disebabkan oleh depresiasi rupiah yang cukup tajam dan mencapai rekor terendahnya tahun ini pada kuartal III.

Menurut Dwi, Pertamina akan terus fokus dalam mengimplementasikan lima pilar strategi prioritas perusahaan, yaitu pengembangan sektor hulu, efisiensi di semua lini, peningkatan kapasitas kilang dan petrochemical, pengembangan infrastruktur dan marketing, serta perbaikan struktur keuangan. Beberapa proyek-proyek investasi dapat tuntas dan mulai memberikan pendapatan bagi perusahaan, seperti produksi migas Senoro Toili, Lapangan Banyu Urip, PLTP Kamojang 5, dan Kilang LNG Donggi-Senoro.

“Implementasi lima pilar strategi prioritas secara konsisten cukup membuahkan hasil kendati situasi eksternal perusahaan saat ini tidak dalam kondisi yang tidak begitu baik,” kata Dwi.

Pendapatan Pertamina hingga kuartal III mencapai US$32 miliar atau lebih rendah sekitar 42% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, utamanya disebabkan oleh penurunan harga minyak mentah dan depresiasi rupiah terhadap dolar. EBITDA sebagai salah satu indikator kesehatan perusahaan tercatat mencapai US$3,55 miliar dengan tren positif pada EBITDA margin.

Dari sisi investasi, Pertamina juga meningkatkan investasinya. Hingga akhir September 2015 realisasi investasi sebesar US$ 2,5 miliar yang 78% di antaranya adalah investasi hulu migas. Besaran investasi terbesar kedua adalah di sektor pemasaran sekitar 9% yang digunakan untuk pengembangan storage. Selanjutnya, bisnis gas dan energi baru dan terbarukan (EBT) berkontribusi sekitar 7,4% yang dialokasikan untuk pengembangan infrastruktur gas di Tanah Air.

Pertamina juga terus menggenjot penyelesaian investasi di infrastruktur hilir gas dan BBM. Saat ini, Pertamina sedang menyelesaikan proyek pipa gas Belawan-KIM-KEK, Muara Karang – Muara Tawar – Tegal Gede, Gresik – Semarang, Porong – Grati, dan Cirebon – Semarang. Untuk infrastruktur hilir BBM, Pertamina sedang proses pembangunan Terminal BBM Pulau Sambu dan TBBM Tanjung Uban.

Adapun investasi hulu difokuskan pada proyek pengembangan gas Matindok dan juga pengembangan WMO terintegrasi. Pertamina juga sedang menggarap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulubelu 3 & 4 yang ditargetkan tuntas dan beroperasi pada 2016.

Tak hanya itu, sebagai manifestasi lima Pilar Prioritas Strategis Perusahaan, Pertamina di bawah kepemimpinan Dwi Soetjipto terus melakukan efisiensi. Efisiensi yang dilakukan perseroan terdiri atas dua hal, yaitu efisiensi pada biaya operasi dan efisiensi yang timbul dari pelaksanaan Breakthrough Project 2015.

Untuk efisiensi biaya operasi, saat ini telah mencapai US$1,15 miliar atau masih on track sesuai target perusahaan untuk melakukan efisiensi sekitar 35% dari biaya operasi.  Adapun dampak finansial yang ditimbulkan dari pelaksanaan Breakthrough Project 2015 telah mencapai US$430,77 juta atau 119% terhadap target para periode berjalan.

Sentralisasi pengadaan nonhidrokarbon telah menyumbang efisiensi sebesar US$ 89,55 juta, sentralisasi pengadaan hidrokarbon di ISC sebesar US$ 103 juta, dan cash management sebesar US$20,45 juta. Efisiensi terbesar adalah berasal dari upaya insan Pertamina melakukan tata kelola secara ketat pada arus minyak yang menyumbang efisiensi sebesar US$ 209,97 juta.

Kita berharap, kinerja positif yang ditunjukkan Dwi Soetjipto dan jajaran direksi serta ditopang seluruh karyawan dalam tansformasi Pertamina terus berlanjut.  Perjalanan masih panjang dan  pekerjaan rumah masih banyak. Apalagi Pertamina diharapkan dapat berperan lebih besar, untuk menjadi penghela bagi proses membangun ketahanan energi nasional. Di bawah kepemimpinan Dwi Soetjipto Pertamina diharapkan mampu menghela perusahaan pelat merah itu sebagai bagian inti dari transformasi industri dan bisnis migas di Indonesia, sejalan dengan semangat untuk menjadi lebih efisien, kompetitif, dan transparan. (dr)