JAKARTA – PT PLN (Persero) berkomitmen terus memangkas penggunaan bahan bakar minyak (BBM) sebagai bahan baku dalam produksi listrik. Pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2017 porsi penggunaan BBM hanya tinggal 4,2% di 2018. Proyeksi tersebut menurun dibanding realisasi 2017 sebesar 5,99%.

Syofvi Roekman, Direktur Perencanaan PLN, mengatakan hingga tujuh tahun kedepan porsi penggunaan BBM akan terus dipangkas hingga mencapai dibawah 1%.

“Konsumsi BBM pada 2017 sekitar 5,99%. ini sekarang 4,2%, kemudian sampai 2025  hanya tinggal 0,4%. Untuk daerah 3T kami memang tidak punya pilihan,” kata Syofvi disela konferensi pers di Kantor Pusat PLN Jakarta, Kamis (22/3).

Dia menambahkan penggunaan BBM tidak serta merta bisa dihilangkan secara cepat alias memerlukan proses. Apalagi masih ada wilayah yang memerlukan pembangkit bertenaga diesel. Jika menggunakan energi lain justru biayanya akan semakin tinggi.

“Misalnya di Nias, kalau tambah gas ongkos angkut tinggi. PLTU lebih sulit lagi,” ungkap Syofvi.

Alasan lain, penggunaan BBM sebagai solusi untuk mengkombinasikan dengan bauran energi baru terbarukan (EBT) karena EBT di daerah rata-rata masih intermiten alias belum stabil. Misalnya saja di suatu daerah sudah terdapat pembangkit listrik tenaga surya, namun belum memiliki baterai, alhasil penggunaannya di siang hari dan malam hari listrik mengalir dengan memanfaatkan diesel.

“Nah untuk mengurangi konsumsi BBM nanti minyak dipakai malam hari untuk diesel.  Jadi sekarang kombinasi itu kita perlukan. Jadi tidak bisa serta merta dihilangkan,” kata Syofvi.

BBM juga tidak akan dihilangkan secara penuh karena akan digunakan sebagai cadangan, seperti saat terjadi masalah dengan pembangkit listrik lainnya, maka diesel digunakan sebagai pembangkit alternatif.

“In case terjadi black out, kami harus mulai black start beberapa butuh (BBM) saat start. Jadi BBM kami keep untuk itu saja,” ungkap dia.

Pada 2025 dalam RUPTL 2018-2027 total kebutuhan BBM sebesar 500 ribu kiloliter (KL). Untuk energi mix lainnya seperti batu bara masih mendominasi dengan porsi 54,4% atau 130 juta ton, lalu gas sebesar 22,2% atau sebesar 687 TBTU, kemudian  EBT 23%.(RI)